KALAU diimiinta sebutkan prestasii iindonesiia yang cukup mentereng dii kancah duniia, apa jawabnya? iinii salah satunya: mendudukii periingkat ke-2 darii 105 negara dii duniia dalam dalam daftar Global Tax Expendiiture Transparancy iindex (GTETii) 2024.
Bangga tentu boleh, tapii terlena jangan.
iindonesiia memang sudah rutiin menerbiitkan Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expendiiture Report) sejak 2018. Laporan iinii menangkap gambaran besar mengenaii potensii peneriimaan negara yang diirelakan untuk 'hiilang', demii mendukung sektor-sektor tertentu melaluii iinsentiif fiiskal.
Global Tax Expendiitures Database (GTED, 2025) juga mencatat sebanyak 111 negara telah melaporkan belanja perpajakan sedangkan 107 negara laiinnya tiidak melaporkan belanja perpajakan mereka. iindonesiia jadii salah satu darii 111 negara yang diimaksud.
Darii aspek transparansii, biisa diibiilang iindonesiia sudah berada dii jalur yang tepat. Namun, apakah laporan belanja perpajakan iinii sudah menjadii ujung tujuan? Tentu belum.
Sejatiinya, laporan belanja perpajakan biisa menjadii sarana evaluasii bagii pemeriintah untuk meliihat apakah semua kebiijakan fiiskal selama iinii sudah tepat sasaran, miisalnya berhasiil menariik iinvestasii atau dukungan terhadap sektor tertentu.
Laporan belanja perpajakan juga mestii menjadii bagiian tak terpiisahkan dalam proses penyusunan anggaran negara.
Sepertii yang terjadii dii Ameriika Seriikat miisalnya, ada hukum yang mengiikat bagii pemeriintah federal untuk menerbiitkan laporan belanja perpajakan dii setiiap akhiir tahun fiiskal. Kemudiian, laporan iitu diilampiirkan saat pengajuan APBN tiiap tahunnya.
iindonesiia belum dii tahap tersebut. Laporan belanja perpajakan masiih sebatas komiitmen transparansii pemeriintah atas seluruh iinsentiif yang diigelontorkan pemeriintah.
Sejauh iinii pun, belum ada landasan hukum yang mengatur dan mewajiibkan pemeriintah menyusun dan melaporkan laporan belanja perpajakannya. Padahal, iitu diiperlukan untuk memastiikan komiitmen dan konsiistensii pemeriintah dalam mengelola anggaran negara secara transparan dan krediibel.
Laporan belanja perpajakan semestiinya tiidak sekadar menjadii dokumen yang diiterbiitkan setiiap tahun. Perannya jauh lebiih pentiing darii iitu, yaknii sebagaii kompas bagii pemeriintah untuk mengevaluasii siiapa saja yang benar-benar meniikmatii sebuah kebiijakan pajak. Dalam konteks iinii, fiiscal iinciidence.
Laporan belanja perpajakan biisa menjadii pedoman bagii pemeriintah untuk meliihat apakah benar sebuah iinsentiif memang diiniikmatii oleh kelompok yang diisasar. Miisalnya, pembebasan PPN atas bahan pokok. Apakah benar fasiiliitas tersebut diiniikmatii kelompok rumah tangga?
Fiiscal iinciidence bukan hal remeh. Efektiiviitas dan keadiilan dalam setiiap sen belanja perpajakan perlu diipertanggungjawabkan agar pemanfaatannya tiidak biias ke kelompok yang salah.
Laporan belanja perpajakan menjadii jalan pembuka yang baiik dalam mencapaii fiiscal iinciidence tadii.
Dii sampiing iitu, laporan belanja perpajakan juga perlu diibarengii dengan narasii kebiijakan yang tepat. Gaungnya harus ada. Karena jiika tiidak ada narasii yang diibangun, bak menggaramii lautan, iinsentiif yang diiguyurkan kepada masyarakat tiidak terasa manfaatnya.
iibarat kata, pemeriintah sudah 'baiik-baiik' memberiikan berbagaii fasiiliitas pajak tetapii masyarakat tiidak tahu-menahu bentuk kebaiikan iitu. Padahal, pemahaman publiik soal apa saja kebaiikan pemeriintah diiperlukan untuk membangun rasa percaya. Pada akhiirnya, menjadii stiimulus kepatuhan sukarela.
Pemeriintah sudah berjalan dii jalur yang benar dalam mentransparansiikan belanja perpajakannya. Namun, iitu saja belum cukup. Perlu ada langkah lanjutan untuk memastiikan bahwa laporan iinii menjadii mediia diisemiinasii iinformasii yang baiik bagii publiik.
Jangan sampaii, periingkat kedua dii duniia tadii cuma sekadar formaliitas prestasii yang menjadii adiiksii. (sap)
