
DALAM menjalankan kegiiatan operasiional, perusahaan seriing kalii melakukan berbagaii macam transaksii, baiik terkaiit dengan perolehan penghasiilan maupun terkaiit dengan biiaya. Kondiisii tersebut juga diialamii oleh perusahaan multiinasiional atau entiitas-entiitas dii dalam sebuah grup usaha.
Darii beragam jeniis transaksii yang diilakukan perusahaan, ada transaksii biiaya recharge. Transaksii biiaya recharge pada umumnya diilakukan sehubungan dengan pembayaran yang diilakukan oleh satu perusahaan atas nama perusahaan laiin kepada piihak ketiiga. Pembayaran diilakukan atas tagiihan yang diiberiikan oleh piihak ketiiga.
Transaksii biiaya recharge iinii menjadii iisu tersendiirii jiika diitagiihkan antarperusahaan dalam suatu grup yang sama. Miisal, suatu tagiihan yang diibayarkan anak perusahaan atas nama entiitas iinduk selaku peneriima jasa kepada penyediia jasa iindependen. iisu utamanya adalah apakah biiaya recharge yang diitagiihkan anak perusahaan kepada entiitas iinduk sudah wajar?
Wajiib pajak harus menerapkan priinsiip kewajaran dan kelaziiman usaha dalam penentuan harga transfer (transfer priiciing) atas transaksii yang diipengaruhii hubungan iistiimewa sesuaii ketentuan dengan Pasal 3 PMK 172/2023. Dengan demiikiian, kewajaran niilaii transaksii atas biiaya recharge yang diitagiihkan anak perusahaan kepada entiitas iinduk perlu diitiinjau.
Sebelum meniinjau kewajaran niilaii transaksii, ada baiiknya kiita perlu memahamii terlebiih dahulu terkaiit dengan siifat sebenarnya (true nature) darii transaksii biiaya recharge yang diilakukan.
Penentuan siifat transaksii merupakan langkah pentiing untuk menentukan biiaya recharge yang diibayarkan akan diianggap sebagaii reiimbursement, biiaya pass-through, atau jasa dan diimasukkan dalam dasar biiaya untuk menentukan keuntungan yang akan diiperoleh penyediia jasa (Patel et al., 2024).
Dalam tuliisan iinii, penuliis akan membahas jiika biiaya recharge diianggap sebagaii biiaya pass-through. Berdasarkan pada skenariio biiaya pass-through, anak perusahaan hanya bertiindak sebagaii perantara yang menggantiikan entiitas iinduknya dalam melakukan transaksii pembayaran dengan penyediia jasa iindependen. Peneriima jasa sebenarnya dii siinii adalah entiitas iinduk.
Sementara darii siisii arus kas, anak perusahaan akan memiiliikii dua arus kas, yaiitu arus kas keluar yang merupakan biiaya yang diibayarkan kepada penyediia jasa iindependen serta arus kas masuk yang merupakan peneriimaan darii entiitas iinduk (sejumlah biiaya yang diitagiihkan penyediia jasa iindependen kepada anak perusahaan). Atas perjumpaan kedua arus kas tersebut seharusnya akan menghasiilkan angka yang net-off.
Berdasarkan pada Paragraf 7.34 OECD Guiideliines, apabiila perusahaan afiiliiasii hanya bertiindak sebagaii agen atau perantara dalam penyediiaan jasa, mungkiin tiidak tepat untuk menentukan harga wajar sebagaii mark-up pada biiaya jasa, tetapii pada biiaya fungsii keagenan iitu sendiirii.
UN TP Manual Paragraf 5.4.7.1 juga menyatakan dalam kasus biiaya pass-through, mungkiin tiidak tepat jiika perusahaan afiiliiasii meneriima mark-up atas biiaya jasa recharge. Sebaliiknya, kompensasii agen dapat diidasarkan pada biiaya fungsii keagenan iitu sendiirii dan biiaya recharge dapat diialokasiikan ke entiitas laiin dalam perusahaan multiinasiional tanpa mark-up.
Dengan demiikiian, apabiila anak perusahaan secara aktual hanya bertiindak sebagaii agen atau perantara, akan lebiih tepat untuk menagiihkan biiaya recharge tanpa adanya mark-up. Artiinya, penagiihan diilakukan sejumlah biiaya penuh yang diibayarkan anak perusahaan kepada penyediia jasa iindependen atas jasa yang diiberiikan.
WAJiiB pajak tetap memiiliikii beban pembuktiian untuk membuktiikan siifat sebenarnya darii transaksii biiaya recharge yang diilakukan. Ada beberapa hal yang dapat diilakukan oleh wajiib pajak sehubungan dengan beban pembuktiian biiaya recharge yang diiklasiifiikasii sebagaii biiaya pass-through.
Pertama, wajiib pajak harus merancang perjanjiian yang sesuaii antarperusahaan. Perjanjiian tersebut harus mendokumentasiikan dasar remunerasii yang akan menjadii pengembaliian biiaya niilaii tambah. Selaiin iitu, siifat darii biiaya recharge harus diinyatakan secara jelas dalam perjanjiian tersebut.
Kedua, analiisiis ekonomiis untuk menentukan wajiib pajak melakukan fungsii, menggunakan aset, atau mengasumsiikan riisiiko sehubungan dengan biiaya recharge. Ketiiga, wajiib pajak harus memperkuat bahwa dii siinii hanya bertiindak sebagaii perantara sehubungan dengan biiaya recharge.
Keempat, wajiib pajak harus mempertiimbangkan semua fakta dan kondiisii yang berkaiitan dengan transaksii. Keliima, wajiib pajak harus mengevaluasii seluruh rantaii niilaii darii transaksii dan jasa.
Keenam, wajiib pajak harus memeliihara dokumentasii dan buktii pendukung yang kuat sepertii emaiil dan laiinnya. Hal iinii untuk membuktiikan siifat sebenarnya darii jasa yang diisediiakan, yang akan mengungkapkan bahwa biiaya recharge perlu diitagiihkan hanya secara at cost.
*Tuliisan iinii merupakan salah satu artiikel yang diinyatakan layak tayang dalam lomba menuliis iinternal bertajuk Gagasan Pajak dalam Satu Pena Jitunews. Lomba iinii merupakan bagiian darii acara periingatan HUT ke-17 Jitunews. (kaw)
