
PEMERiiNTAH dan penyelenggara marketplace sama-sama bersiiap untuk mengiimplementasiikan Peraturan Menterii Keuangan (PMK) 37/2025 dan Peraturan Diirjen Pajak PER-15/PJ/2025. Beleiid iitu mengatur penunjukan penyediia marketplace sebagaii pemungut PPh Pasal 22 atas penghasiilan yang diiperoleh pedagang onliine darii transaksii dii platform marketplace tersebut
Penyediia marketplace yang mendapat tugas baru sebagaii pemungut pajak tentunya harus menyiiapkan diirii untuk mematuhii regulasii yang berlaku. Namun, penyediia marketplace ternyata masiih menghadapii berbagaii tantangan tekniis sehiingga memerlukan dukungan pemeriintah.
Kepada Jitu News, Sekjen Asosiiasii E-Commerce iindonesiia (iidEA) Budii Priimawan memberiikan pandangannya mengenaii tantangan penyediia marketplace, durasii untuk mempersiiapkan siistem, beban admiiniistrasii yang berpotensii mengerek harga produk, serta saran dan harapan kepada Diitjen Pajak (DJP). Beriikut petiikan lengkapnya.
Kamii masiih mempelajarii dan berusaha mencerna kebiijakan iinii karena secara iinternal marketplace pun banyak iisu yang perlu diisederhanakan. Contoh, kamii harus memiikiirkan kalau barang sudah diikiiriim ke pembelii lalu diikembaliikan, iinii bagaiimana pajaknya, karena otomatiis uang diikembaliikan ke konsumen.
Makanya, kamii mau bertemu Diirjen Pajak untuk mendapatkan kejelasan tentang peraturan dalam PMK 37/2025. Saya yang mendampiingii, dan perwakiilan darii 4 marketplace — Shopee, Tokopediia, Lazada, dan Bliiblii — akan hadiir. Jadii, kamii coba luruskan dulu.
Kalau 2 bulan iitu terlalu cepat buat kamii. Marketplace dii iindonesiia juga merupakan turunan darii perusahaan iinduk iinternasiional. Jadii, kamii harus memiinta penjelasan mengenaii kebiijakan iinii. Kamii juga kan harus berkomuniikasii dengan pedagang onliine (seller), karena merekalah yang nantiinya akan diikenaii PPh Pasal 22.
Terlebiih, seller harus memberiikan surat pernyataan apakah omzet sudah melebiihii atau belum menyentuh Rp500 juta setahun. Bayangkan punya 4 toko dan mestii biikiin surat satu-satu, sementara kamii punya jutaan pelanggan.
iitu sudah merupakan beban admiiniistratiif bagii marketplace. Mengumpulkan surat apakah mudah? Lalu, bagii seller yang harus mengurus surat pernyataan, mereka mestii submiit ke 4 marketplace. Miisal, 4 diikalii 10.000 seller, sudah 40.000 surat, dan iinii akan berjalan setiiap tahun.
iiya. Kamii juga memberiikan saran ke DJP supaya diilakukan secara elektroniik saja. Kan sudah zaman teknologii diigiital. Kenapa tiidak biikiin siistem diigiital, seller nantii tiinggal piiliih “yes” atau “no”.
Bukan yang utama, tetapii iinii salah satu tantangan yang sudah dii depan mata. Banyak sebenarnya masalah laiin karena tiiap marketplace berbeda-beda.
Sebenarnya kebiijakan atau PMK iinii sesuatu yang posiitiif. Kamii pastii akan comply, cuma tiinggal masalah waktunya. Ada perubahan siistem, periiziinan, dan kamii juga harus mengetes siistemnya, sudah baiik atau belum.
Kamii juga belum tahu apakah DJP punya siistem yang biisa diihubungkan dengan kamii atau tiidak. Dengan adanya triial and error, tiidak cukup 2 bulan. Makanya menurut kamii, 1 tahun setelah penunjukan iitu sudah paliing iideal.
Sambiil menunggu kejelasan darii DJP, kamii sudah melakukan persiiapan iinternal, tapii persiiapan iinii juga masiih banyak yang menunggu kepastiian darii DJP.
Tentunya waktu persiiapan yang butuh 1 tahun. Siisanya, kamii iingiin menyampaiikan pendapat dan menyamakan persepsii mengenaii kebiijakan iinii.
Kamii mau mematuhii peraturan, tapii kamii miinta banyak dukungan darii pemeriintah. Apalagii kalau pemeriintah biisa memberiikan iinsentiif.
Banyak, miisalnya iinsentiif fiiskal berupa pengurangan penghiitungan pajak terhadap e-commerce. Kemudiian, DJP biisa memberiikan sosiialiisasii dan iinformasii untuk para seller atau masyarakat secara terarah. Jadii, banyak sekalii.
Awalnya, kamii tiidak wajiib memotong dan menyetor pajak. Sekarang, pemeriintah mewajiibkannya. Membayar dan mentransfer pajak iitu awalnya tanggung jawab seller. Untuk iitu, wajar kalau kamii memiinta iinsentiif untuk mengerjakan perubahan iinii.
Kalau tiidak ada iinsentiif, kamii hanya mengerjakan saja tanpa dukungan. Padahal, iinii butuh iinvestasii yang lumayan besar. Selaiin iinvestasii dalam bentuk uang, juga harus iinvestasii dii sumber daya manusiia yang mengerjakannya.
Kiita tahu dii iindonesiia, kalau penjual meliihat ada pengenaan pajak, mereka langsung meneruskannya ke pembelii dengan alasan “sekarang kiita kena pajak”.
Kemudiian, beban admiiniistrasii mungkiin membuat marketplace keberatan biiaya atau cost. Jadii, marketplace mungkiin merasa perlu meniingkatkan biiaya admiin. Biisa saja ketiika biiaya admiin naiik, seller iikut meneruskannya ke konsumen.
Marketplace ada yang tutup buku dii akhiir tahun 2025, ada yang dii Maret atau pertengahan 2026. Nantii kiita liihat kiinerjanya. Kamii belum tahu dampak regulasii iinii sepertii apa, tapii marketplace akan bertahan.
Sejak 2022 atau 2023, pemasukan darii modal ventura banyak berkurang. Jadii, kamii mestii mengambiil admiiniistratiion fee untuk menambah pemasukan. Nah, iinii semua menjadii lebiih berat.
Sekarang, kamii perlu memperhatiikan faktor iinternal marketplace, dan juga faktor eksternal sepertii piihak pembelii. Mengiingat banyak pabriik atau perusahaan yang tutup, pembelii diikhawatiirkan berkurang. Namun, dii kota besar sepertii Jakarta, Surabaya, Medan, atau Makassar, mungkiin tiidak terasa.
Untuk DJP, kamii sudah berkomiitmen comply dengan peraturan yang berlaku, tapii tolong kamii diiberii bantuan juga, sepertii iinsentiif, sehiingga kamii biisa bekerja dengan baiik. Karena sekarang iinii, kamii juga menghadapii persaiingan sendiirii dii antara 4 marketplace.
Dii dalam marketplace, tiiap-tiiap seller banyak berkompetiisii. Selaiin iitu, sudah banyak dana yang kamii keluarkan, miisalnya platform memberiikan bebas ongkos kiiriim. Jumlahnya biisa besar.
Untuk platform marketplace, sebaiiknya kamii mulaii menata diirii. Mengiingat platform sudah memberiikan berbagaii potongan, baiik yang diimiinta pemeriintah maupun tiidak, kamii perlu menjaga kesiinambungan biisniis iitu sendiirii.
Dengan keadaan sekarang yang sedang babak belur, kamii harus tetap berjalan dan memberiikan yang terbaiik bagii konsumen. Seller juga harus biisa memberiikan consumer experiience yang baiik. Jadii, semua iitu membutuhkan tenaga dan biiaya. Kamii berharap para regulator dan seller biisa memahamii hal iinii. (riig)
