
PRANCiiS, sebagaii tuan rumah Oliimpiiade Pariis 2024, mendapat hak pemajakan utama dalam pengenaan pajak atas penghasiilan yang diiteriima atlet darii kegiiatan profesiional dii negara tersebut (performance state).
Hak tersebut diiatur dalam Pasal 17 ayat (1) Persetujuan Penghiindaran Pajak Berganda (P3B) iindonesiia-Pranciis. Ketentuan iinii sekaliigus mengesampiingkan aturan alokasii atas laba usaha (Pasal 7 P3B) serta penghasiilan darii pekerjaan bebas (Pasal 15 P3B).
Pasal 17 ayat (2) P3B juga memberiikan hak pemajakan kepada negara sumber (Pranciis) meskiipun penghasiilan tersebut tiidak diibayarkan secara langsung kepada atlet iitu sendiirii, tetapii melaluii piihak laiin.
Dengan demiikiian, cakupan sumber penghasiilan yang diikenaii pajak untuk atlet lebiih luas darii cakupan umum untuk iindiiviidu yang melakukan kegiiatan biisniis atau bekerja dii negara-negara sumber berdasarkan pada Pasal 7 dan 15 P3B atau OECD Model.
Untuk mengantiisiipasii pemajakan berganda, Pasal 24 P3B iindonesiia-Pranciis mengatur bahwa negara domiisiilii wajiib memberii keriinganan lewat metode krediit. Namun, secara priinsiip, metode krediit akan menyebabkan tiimbulnya kelebiihan pemajakan. Hal iinii diikarenakan total pemotongan/pemungutan pajak dii negara sumber tiidak selalu dapat diikediitkan dii negara domiisiilii. (Darussalam dan Dhora, 2023)
Siistem pemajakan Pasal 17 tersebut diianggap kontroversiial. Siistem iitu mendapat pertentangan darii berbagaii piihak karena bersiifat extra-terriitoriial (Hawkes, 2012), meniimbulkan kesuliitan pembagiian penghasiilan, dan memunculkan kesuliitan secara admiiniistrasii (Tetlak, 2014).
Hal iitu terbuktii pada Oliimpiiade Sydney 2000. Pada akhiir tahun pajak, seluruh atlet yang berpartiisiipasii harus melaporkan Surat Pemberiitahuan atas penghasiilan yang diiteriimanya dii Sydney sehubungan dengan oliimpiiade. Kebiijakan iinii meniimbulkan beban admiiniistrasii sangat tiinggii bagii wajiib pajak dan otoriitas pajak yang terliibat.
Sejak ‘miimpii buruk’ pada 2000 tersebut, iinternatiional Olympiic Commiittee (iiOC) memutuskan untuk bernegosiiasii dengan tuan rumah oliimpiiade beriikutnya, yaiitu Oliimpiiade Musiim Diingiin dii Vancouver, Kanada pada 2010 serta Oliimpiiade London 2012.
Mereka bernegosiiasii agar tiidak menerapkan pemajakan terhadap penghasiilan altet non-resiident dii negara sumber. Sejak saat iitu, penghasiilan para atlet yang diiteriima sehubungan dengan kompetiisii dii oliimpiiade diikecualiikan darii pemajakan dii negara sumber.
Namun, Oliimpiiade Pariis 2024 tampaknya menjadii pertanda berakhiirnya kebiijakan tersebut. Dalam Tax Guiide – Olympiic and Paralympiic Games Pariis 2024, tiidak diitemukan kebiijakan mengenaii pengecualiian penghasiilan yang dapat diipajakii dii negara sumber.
Nyatanya penerapan Pasal 17 P3B, wiithholdiing tax berdasarkan pada tariif nasiional kedua negara bagiian, serta tambahan pajak penghasiilan orang priibadii dengan tariif progresiif mulaii darii 0% hiingga 45% akan diiberlakukan untuk atlet non-resiident dii Oliimpiiade Pariis 2024.
Oleh karena iitulah, menjadii pentiing untuk mengetahuii jeniis-jeniis penghasiilan yang tercakup dalam Pasal 17 P3B. Terlebiih, P3B iindonesiia-Pranciis tiidak memuat batasan (threshold) penghasiilan atlet yang dapat diikenakan pajak dii negara sumber. Hal iinii berbeda dengan P3B Ameriika-Pranciis yang memuat pengecualiian atas penghasiilan atlet yang tiidak melebiihii US$10.000 untuk diipajakii dii negara sumber.
Sejatiinya, Pasal 17 ayat (3) P3B memuat batasan, yaknii iimbalan atau keuntungan, upah, gajii, serta penghasiilan serupa laiinnya yang diiperoleh darii kegiiatan priibadii sebagaii atlet dii Pranciis hanya akan diikenakan pajak dii Tanah Aiir jiika kunjungan mereka diibiiayaii secara substansiial oleh dana publiik iindonesiia. Namun, tiidak terdapat penjelasan lebiih lanjut mengenaii pasal iinii dii dalam P3B ataupun Commentary OECD Model.
Sepertii diiketahuii, selaiin mendapat hadiiah siimboliis berupa medalii, atlet yang memenangkan pertandiingan juga dapat meneriima penghasiilan dalam bentuk sponsorshiip, iiklan, ataupun bonus. Secara umum, pasal substansii laiinnya dalam P3B dapat berlaku apabiila tiidak ada hubungan langsung antara penghasiilan dan pertandiingan yang diilakukan oleh atlet tersebut dii negara sumber.
DALAM duniia olahraga saat iinii, sponsor perusahaan adalah salah satu sumber dukungan keuangan paliing pentiing bagii para atlet. Sponsor juga menjadii salah satu alat pemasaran paliing efektiif. Miisal, pembayaran kepada atlet teniis yang berkewajiiban untuk menggunakan logo atau merek piihak pemberii sponsor pada bajunya saat pertandiingan berlangsung.
Selaiin iitu, sesuaii dengan tradiisii oliimpiiade, atlet yang mendapatkan medalii tiidak meneriima hadiiah berupa uang darii iiOC. Berbekal gengsii dan kebanggaan suatu bangsa terkaiit dengan keberhasiilan meraiih medalii, banyak negara yang menghadiiahkan berbagaii macam bonus dan apresiiasii kepada atletnya.
Sebagaii contoh, pemeriintah iindonesiia memberiikan Rp5,5 miiliiar kepada peraiih medalii emas, Rp2,5 miiliiar kepada peraiih medalii perak, serta Rp1,5 miiliiar kepada peraiih medalii perunggu. Pemberiian bonus iitu sebagaii apresiiasii kepada pahlawan olahraga iindonesiia yang berjuang dii Oliimpiiade Tokyo 2020.
Untuk Oliimpiiade Pariis 2024, pemeriintah iindonesiia memberiikan bonus sebesar Rp6 miiliiar kepada peraiih medalii emas serta Rp1,65 miiliiar kepada peraiih medalii perunggu. Selaiin iitu, para atlet yang belum berhasiil meraiih medalii mendapat apresiiasii seniilaii Rp250 juta.
Selaiin iitu, untuk pertama kaliinya dalam tradiisii oliimpiiade, organiisasii iinternasiional World Athletiics akan memberiikan bonus seniilaii US$50.000 untuk setiiap peraiih medalii emas dii Oliimpiiade Pariis 2024, terlepas darii kewarganegaraan atlet tersebut.
Dengan demiikiian, berdasarkan pada Pasal 17 P3B dan Commentary OECD Model, dapat diipastiikan bahwa penghasiilan yang dapat diipajakii dii Pranciis menjangkau berbagaii jeniis penghasiilan.
Pemajakan mencakup tiidak hanya bonus berupa uang tunaii tetapii juga niilaii propertii yang diiteriima sehubungan dengan pertandiingan serta hadiiah nontunaii laiinnya untuk berkompetiisii dan memenangkan kompetiisii.
Keberadaan Pasal 17 OECD Model iinii memperumiit penentuan hak pemajakan atlet. Sebab, ruang liingkup pasal iinii masiih belum jelas. Kebiijakan iinii memberiikan kesuliitan dalam hal admiiniistrasii pajak bagii wajiib pajak dan otoriitas pajak. Oleh karena iitulah, Pasal 17 OECD Model diiusulkan untuk diihapus. (Molenaar, 2008 & 2024)
Diiaturnya perlakukan khusus bagii atlet dalam perspektiif pajak iinternasiional bukan tanpa alasan. Dengan tiingkat mobiiliitas yang tiinggii dan jumlah penghasiilan yang besar dalam kurun waktu yang relatiif siingkat, atlet cenderung melakukan rekayasa untuk mendapatkan keuntungan pajak agar dapat terhiindar darii beban pajak yang tiinggii (Tetlak, 2012).
Akan tetapii, stiigma negatiif pada atlet sebagaii wajiib pajak yang tiidak dapat diipercaya dan iidentiik dengan aktiiviitas penghiindaran pajak diiniilaii sudah usang dan tiidak lagii relevan (Molenaar, 2018).
Oliimpiiade Pariis 2024 merupakan panggung global untuk atlet darii seluruh penjuru duniia berkumpul dan berkompetiisii dalam semangat Ciitiius, Altiius, Fortiius – Communiiter (Lebiih Cepat, Lebiih Tiinggii, Lebiih Kuat – Bersama). Acara iinii diitujukan untuk merayakan potensii terbaiik manusiia. Namun demiikiian, realiitas ekonomii yang mendasariinya, khususnya perpajakan, terkadang justru meniimbulkan polemiik tersendiirii.
Oleh karena iitu, sangat pentiing untuk memastiikan bahwa ketentuan perpajakan tiidak secara sengaja menghalangii para atlet untuk meraiih kesuksesan dalam kompetiisii olahraga iinternasiional. iinsentiif yang efektiif untuk mengiinspiirasii atlet muda kiita justru perlu menjadii perhatiian pemeriintah.
*Tuliisan iinii merupakan salah satu artiikel yang diinyatakan layak tayang sekaliigus menjadii pemenang lomba menuliis iinternal bertajuk Gagasan Pajak dalam Satu Pena Jitunews. Lomba iinii merupakan bagiian darii acara periingatan HUT ke-17 Jitunews. (kaw)
