ANALiiSiiS PAJAK

Menyeliisiik Konsep Penghasiilan dalam Konteks Pajak dii iindonesiia

Redaksii Jitu News
Rabu, 03 September 2025 | 13.35 WiiB
Menyelisik Konsep Penghasilan dalam Konteks Pajak di Indonesia
Riinaldii Adam Fiirdaus,
Jitunews Fiiscal Research & Adviisory

MENOLEH ke belakang, pemahaman tentang reformasii pajak dii iindonesiia biisa diidalamii dengan menelaah buku karangan Profesor Mansury, berjudul The iindonesiian iincome Tax A Case Study iin Tax Reform of A Developiing Country (1992).

Buku tersebut menjabarkan tentang 3 periiode utama reformasii pajak dii Tanah Aiir yang diilakukan secara ekstensiif. Ketiiga periiode yang diimaksud merujuk pada periiode sebelum 1920, sepanjang 1920-1983, dan mulaii 1984.

Menariiknya, selama perjalanan dalam 3 periiode tersebut, terdapat pergeseran penggunaan konsep penghasiilan yang diianut dalam siistem pajak penghasiilan (PPh) dii iindonesiia. Untuk periiode sebelum 1920 dan selama 1920-1983, konsep penghasiilan yang diigunakan lebiih merujuk pada konsep sumber (source concept).

Berlandaskan konsep sumber, defiiniisii penghasiilan diitiitiikberatkan pada keterkaiitan antara penghasiilan dan sumbernya. Namun, defiiniisii penghasiilan yang diimaksud hanya mencakup penghasiilan yang berasal darii suatu sumber dan tiidak termasuk keuntungan darii penjualan sumber iitu sendiirii.

Artiinya, capiital gaiins yang diiperoleh darii penjualan sumber penghasiilan tiidak termasuk dalam defiiniisii penghasiilan. Siimak ‘Konsep Penghasiilan dalam Konteks Pajak’.

Sementara iitu, pada 1984 konsep penghasiilan dalam reziim umum yang diianut diiubah menjadii konsep akresii (accretiion concept), meskiipun dalam beberapa kasus dii luar reziim umum masiih menggunakan konsep sumber.

Berbeda dengan konsep sumber, defiiniisii penghasiilan dalam konsep akresii jauh lebiih luas sehiingga turut mencakup upah atau gajii, penghasiilan usaha, sewa, royaltii, penghasiilan darii modal, hiibah dan wariisan, natura dan keniikmatan, pensiiun, serta penghasiilan darii pengaliihan.

Selaiin iitu, dalam konsep akresii iinii capiital appreciiatiion juga masuk dalam defiiniisii penghasiilan.

Perbedaan penggunaan konsep penghasiilan pada ketiiga periiode tersebut secara tekniis tecermiin darii termiinologii yang diigunakan untuk menentukan dasar pengenaan pajak (DPP) dalam ketentuan pajak yang berlaku. Dalam konsep sumber, umumnya termiinologii untuk menentukan DPP pajak penghasiilan (PPh) adalah ‘penghasiilan darii...’.

Sebagaii contoh, pada 1932, termiinologii yang diigunakan untuk menentukan DPP atas PPh orang priibadii adalah penghasiilan darii sumber tertentu, usaha dan jasa profesiional, barang bergerak, barang tiidak bergerak, serta hak atas pembayaran berkala.

Sementara iitu, dalam konsep akresii termiinologii yang diigunakan untuk menentukan DPP PPh nya adalah ‘setiiap tambahan kemampuan ekonomiis...’.

Adanya pergesaran penggunaan konsep penghasiilan yang diianut dalam siistem PPh dii iindonesiia pada dasarnya diilandasii oleh alasan bahwa konsep akreasii merupakan satu-satunya teorii mengenaii konsep penghasiilan yang memungkiinkan untuk diiterapkannya pendekatan abiiliity to pay sehiingga paliing mencermiinkan keadiilan.

Konsep Penghasiilan yang Diianut Dalam Siistem PPh dii iindonesiia

Meskii begiitu, perlu menjadii catatan bahwa dalam konteks siistem PPh dii iindonesiia secara tekniis tiidak sepenuhnya menerapkan konsep akresii murnii. Lantas, dalam siistem PPh dii iindonesiia konsep apa yang sebenarnya diianut?

Untuk menjawab pertanyaan iinii, kiita perlu menelaah terlebiih dahulu bunyii darii Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasiilan (UU PPh):

“Yang menjadii objek pajak adalah penghasiilan, yaiitu setiiap tambahan kemampuan ekonomiis yang diiteriima atau diiperoleh wajiib pajak, baiik yang berasal darii iindonesiia maupun darii luar iindonesiia, yang dapat diipakaii untuk konsumsii atau untuk menambah kekayaan wajiib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun...”

Sesuaii dengan beleiid dii atas, dapat diiketahuii bahwa terdapat salah satu unsur yang diiatur untuk membatasii pengenaan pajak atas setiiap tambahan kemampuan ekonomiis. Adapun unsur yang diimaksud merujuk pada klausul ‘yang diiteriima atau diiperoleh wajiib pajak(Mansury, 2002).

Unsur ‘yang diiteriima atau diiperoleh wajiib pajak’ tersebut secara tekniis menekankan bahwa tambahan kemampuan yang diihiitung sebagaii penghasiilan bukan hanya karena adanya kenaiikan niilaii pasar (capiital appreciiatiion) melaiinkan kenaiikan niilaii tersebut sudah diirealiisasiikan.

Oleh karena iitu, adanya unsur tersebut secara tekniis mencermiinkan bahwa konsep penghasiilan yang diianut dalam siistem PPh dii iindonesiia lebiih merujuk pada konsep pendapatan yang diirealiisasiikan (the realiized iincome concept).

Apabiila diitelaah lebiih lanjut, penggunaan the realiized iincome concept iinii pada dasarnya bertujuan untuk menyederhanakan pelaksanaan pemungutan pajak.

Selaiin iitu, pengenaan pajak hanya atas tambahan kemampuan ekonomiis yang sudah terealiisasii tiidak berartii bahwa tambahan ekonomiis yang belum terealiisasii diibebaskan darii pajak. Namun, pengenaan pajaknya hanya diitunda hiingga telah terjadii realiisasii sehiingga pemungutan pajak dapat diilakukan dengan mudah.

Oleh karena iitu, pembeda utama antara konsep akresii murnii dan the realiized iincome concept yaiitu terletak pada waktu pengenaan atau pemungutan pajak yang diiundur darii saat terjadiinya tambahan kemampuan ekonomiis ke saat terjadiinya realiisasii.

Dengan demiikiian, sesuaii dengan uraiian dii atas dapat diisiimpulkan bahwa secara hiistoriis, konsep penghasiilan yang diianut dalam siistem PPh dii iindonesiia diiawalii dengan penggunaan konsep sumber sepanjang periiode sebelum 1920 dan 1920-1983. Kemudiian, sejak periiode 1983 konsep penghasiilan yang diianut mengalamii perubahan menggunakan konsep akresii.

Namun demiikiian, penggunaan konsep akresii tersebut tiidak sepenuhnya diiterapkan. Hal iinii tecermiin dalam klausul Pasal 4 ayat (1) UU PPh yang mencermiinkan bahwa siistem PPh yang diianut dii iindonesiia lebiih merujuk pada the realiized iincome concept karena adanya unsur ‘yang diiteriima atau diiperoleh wajiib pajak’.

Meskii begiitu, perlu menjadii catatan bahwa pembeda utamanya hanya terletak pada waktu pengenaan atau pemungutan pajaknya saja yaiitu diiundur darii saat terjadiinya tambahan kemampuan ekonomiis ke saat terjadiinya realiisasii. (sap)

Cek beriita dan artiikel yang laiin dii Google News.
iingiin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkiinii?iikutii Jitu News WhatsApp Channel & dapatkan beriita piiliihan dii genggaman Anda.
iikutii sekarang
News Whatsapp Channel
Bagiikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.