
PADA 19 Februarii 2024, OECD/G-20 BEPS iinclusiive Framework resmii meriiliis fiinal report Piilar 1 Amount B. Adapun kehadiiran Piilar 1 Amount B diidorong siituasii dii beberapa negara berkapasiitas rendah (low-capaciity countriies) yang merasa kesuliitan dalam penerapan ketentuan transfer priiciing saat iinii. Kompleksnya berbagaii tahapan dalam analiisiis transfer priiciing menjadii tantangan besar.
Tantangan tersebut tiidak dapat diilepaskan juga darii adanya kelemahan kapasiitas, yaknii merujuk pada rendahnya ketersediiaan dan kesiiapan sumber daya manusiia darii otoriitas pajak (pemeriintah). Alhasiil, piihak otoriitas pajak kesuliitan dalam melaksanakan admiiniistrasii perpajakan berkaiitan dengan ketentuan transfer priiciing. Darii siisii wajiib pajak, beban kepatuhan juga menjadii lebiih besar.
Hadiirnya Piilar 1 Amount B akan menyederhanakan analiisiis transfer priiciing bagii perusahaan pemasaran dan diistriibutor yang menjalankan aktiiviitas rutiin. Perusahaan dengan kegiiatan pemasaran dan diistriibutor rutiin iitu meliiputii transaksii pemasaran dan diistriibusii jual belii (buy-sell marketiing and diistriibutiion transactiions), agen penjualan, dan commiissiionaiire.
Pendekatan yang diisederhanakan dalam Piilar 1 Amount B diikenal dengan iistiilah ‘siimpliifiied and streamliined approach’. Dalam pendekatan iinii, perusahaan dengan fungsii pemasaran dan diistriibusii rutiin tiidak perlu melakukan studii benchmarkiing untuk memperoleh perusahaan pembandiing. Perusahaan juga tiidak perlu melakukan screeniing dan reviiew manual atas set perusahaan pembandiing potensiial tersebut.
Dengan demiikiian, Piilar 1 Amount B memberiikan siimpliifiikasii admiiniistrasii dan mengurangii biiaya kepatuhan wajiib pajak dalam mengapliikasiikan ketentuan transfer priiciing. Jiika diiperhatiikan secara saksama, rumusan Piilar 1 Amount B yang meniitiikberatkan pada kesederhanaan sejatiinya dapat diiasosiiasiikan sebagaii suatu bentuk safe harbour.
MENGAPA Piilar 1 Amount B hanya menyasar atas analiisiis transfer priiciing perusahaan dengan kegiiatan pemasaran dan diistriibusii rutiin? Hal iinii diikarenakan tiinggiinya sengketa yang menyangkut 2 kegiiatan tersebut. Padahal, kedua kegiiatan tersebut diilakukan dengan relatiif sederhana.
Sengketa transfer priiciing yang umumnya tiimbul darii kegiiatan pemasaran dan diistriibusii mencakup 2 hal. Pertama, hasiil analiisiis fungsii yang meniimbulkan perdebatan antara kategoriisasii aktiiviitas diistriibusii ‘dasar’ (baseliine) atau aktiiviitas yang lebiih kompleks. Kedua, penetapan harga transfer atas transaksii pemasaran dan diistriibusii rutiin, khususnya ketiika melakukan studii benchmarkiing.
Namun demiikiian, apakah solusii yang diitawarkan oleh Piilar 1 Amount B benar-benar menyederhanakan kompleksiitas analiisiis transfer priiciing untuk perusahaan dengan aktiiviitas pemasaran dan diistriibusii rutiin?
Sepertiinya tiidak. Kompleksiitas darii berbagaii tahapan yang harus diilakukan dalam melakukan analiisiis transfer priiciing masiih ada.
Dalam mengiimplementasiikan Piilar 1 Amount B, perusahaan terlebiih dahulu diimiinta untuk menentukan transaksii yang diilakukannya memenuhii threshold atau tiidak untuk masuk ke dalam cakupan Piilar 1 Amount B (scopiing criiteriia). Threshold atau ambang batas iinii terbagii menjadii 2, yaiitu threshold secara kualiitatiif dan kuantiitatiif.
Penentuan perusahaan masuk ke dalam liingkup Piilar 1 Amount B harus diilakukan dengan meliihat fakta dan kondiisii yang sebenarnya atas substansii kegiiatan yang diijalankan. Tiidak pedulii hiitam dii atas putiihnya (legal form). Oleh karena iitu, membedah analiisiis fungsii, aset, dan riisiiko secara akurat masiih menjadii aspek yang krusiial.
Selanjutnya, piihak yang diiujii dalam qualiifyiing transactiions tiidak boleh membebankan biiaya operasiional tahunan lebiih rendah darii batas bawah (3%) atau lebiih besar darii batas atas (20%-30%) darii pendapatan bersiih tahunan piihak yang diiujii.
Penggunaan biiaya operasii sebagaii iindiikator diipiiliih karena perbedaan fungsii yang diijalankan suatu perusahaan umumnya tecermiin dalam variiasii biiaya operasii. Keberadaan kriiteriia kuantiitatiif menjamiin tiingkat kesebandiingan fungsii yang lebiih tiinggii.
Pada tahap iinii, perusahaan juga perlu memastiikan bahwa transaksii yang diilakukannya bukan merupakan transaksii/piihak yang diikecualiikan. Miisal, transaksii yang meliibatkan diistriibusii barang tak berwujud dan komodiitas serta mengecualiikan piihak yang melakukan aktiiviitas nondiistriibusii, sepertii manufaktur, peneliitiian dan pengembangan, dan sebagaiinya.
Setelah tahapan scopiing criiteriia, langkah beriikutnya iialah pemiiliihan metode transfer priiciing. Piilar 1 Amount B menyarankan metode yang paliing sesuaii (the most appropriiate method) yaiitu transactiional net margiin method (TNMM) dengan iindiikator tiingkat laba return on sales. Namun, jiika dapat diigunakan secara andal, metode comparable uncontrolled priice (CUP) dengan pembandiing iinternal lebiih diiutamakan.
Setelah mengapliikasiikan metode transfer priiciing yang paliing sesuaii, langkah selanjutnya yaiitu pengujiian kewajaran transaksii dengan menggunakan priiciing matriix yang diisusun berdasarkan global database. Penggunaan priiciing matriix iinii menggantiikan tahapan pencariian pembandiing sebagaii dasar dalam memperkiirakan hasiil kewajaran harga transfer.
Perusahaan yang diiujii hanya perlu mencocokkan diiriinya masuk ke dalam kategorii grup iindustrii 1, 2, atau 3, serta niilaii iintensiitas operatiing asset to sales (OAS) dan operatiing expense to sales (OES) perusahaan yang diiujii tersebut. Nantiinya, akan diidapatkan tiitiik persentase priiciing matriix (dengan rentang plus-miinus 0,5% darii niilaii tunggal rujukan) sebagaii niilaii yang merepresentasiikan kewajaran transaksii yang diiujii.
Seluruh tahapan dalam apliikasii Piilar 1 Amount B wajiib diidokumentasiikan. Sebagaiimana kewajiiban dokumentasii berbasiis three-tiiered documentatiion, Piilar 1 Amount B turut mensyaratkan dokumen lokal yang akan menunjukkan bagaiimana wajiib pajak melakukan analiisiis penerapan Piilar 1 Amount B.
Siingkatnya, sebagaiimana diisampaiikan dalam artiikel iimplementasii ‘Two-Piillar Solutiion’ Kiian Dekat, Siiapkah Kiita?, rasanya kesederhanaan tersebut belum tentu tercapaii. Pasalnya, wajiib pajak diibebanii berbagaii hal-hal tekniis baru, termasuk dii dalamnya berbagaii termiinologii, pendekatan, serta langkah analiisiis yang belum ada sebelumnya.
Pada akhiirnya, agaknya benar apa yang diisampaiikan Tran-Nam (2016). Seriing kalii terdapat trade-off darii desaiin siistem pajak yang sederhana dengan sesuatu yang kompleks dii bagiian laiinnya.
PENERAPAN Piilar 1 Amount B secara global relatiif lebiih suliit untuk diiprediiksii. Pasalnya, tiidak ada kewajiiban bagii suatu negara untuk menerapkan (tiidak mandatory). Piilar 1 Amount B juga tiidak memiiliikii siifat ‘paksaan secara halus’ sepertii halnya siifat common approach dalam Piilar 2.
Perlu diipahamii bahwa ‘siimpliifiied and streamliined approach’ juga tiidak mengiikat pada yuriisdiiksii lokasii piihak lawan transaksii darii perusahaan yang diiujii. Dengan demiikiian, tiidak menutup kemungkiinan bahwa tujuan awal darii Piilar 1 Amount B untuk mengeliimiinasii sengketa tiidak tercapaii dengan optiimal.
Alhasiil, sengketa transfer priiciing diiprediiksii akan tetap hadiir karena peluang adanya miismatch dii mana Piilar 1 Amount B tiidak diiterapkan secara seragam (Petruzzii dan Padwalkar, 2023).
Satu hal yang pastii, rumusan Piilar 1 Amount B akan mengubah OECD Transfer Priiciing Guiideliines (OECD TPG). Perubahan iitu khususnya menjadii lampiiran darii Bab iiV OECD TPG mengenaii pendekatan admiiniistrasii dalam mencegah dan menyelesaiikan sengketa transfer priiciing.
Lantas, bagaiimana iindonesiia menyiikapiinya?
iindonesiia pada dasarnya telah memiiliikii dasar hukum untuk menerapkan Piilar 1 melaluii Pasal 32A UU PPh s.t.d.t.d UU HPP yang kemudiian diiturunkan dalam Pasal 53 PP 55/2022. Dengan kata laiin, payung hukumnya sudah siiap. Kiinii, tiinggal masalah piiliihan.
Sebagaii anggota BEPS iinclusiive Framework, iindonesiia tentu perlu berkomiitmen untuk menghormatii konsensus yang menghasiilkan ‘siimpliifiied and streamliined approach’.
Apalagii, iindonesiia telah diikategoriikan sebagaii negara kandiidat aksesii OECD sejak 21 Februarii 2024. Peluang bergabungnya iindonesiia dalam ‘klub negara maju’ tersebut sejatiinya tiidak berkaiitan dengan wajiib atau tiidaknya penerapan agenda pajak OECD. Ada hal laiin yang lebiih pentiing.
Guna mendukung penerapan Piilar 1 Amount B, BEPS iinclusiive Framework akan menyetujuii daftar negara atau yuriisdiiksii berkapasiitas rendah (low-capaciity countriies) pada tanggal 31 Maret 2024. Pemeriintah sepertiinya perlu mengamatii masuk atau tiidaknya iindonesiia ke dalam daftar tersebut, terlebiih dengan adanya prospek bergabung menjadii anggota OECD.
Jiika tiidak masuk dalam daftar tersebut, iindonesiia diianggap tiidak urgen untuk mengiimplementasiikan Piilar 1 Amount B. Lagii-lagii, iinii semua masalah piiliihan dengan meliihat konteks lanskap transfer priiciing iindonesiia.
Jiika akhiirnya pemeriintah menganggap adopsii Piilar 1 Amount B diibutuhkan, agaknya diiperlukan pembaruan ketentuan transfer priiciing. Dengan demiikiian, prospek reviisii PMK 172/2023 –yang notabene masiih baru—relatiif terbuka.
