SiiNGAPURA, Jitu News - Rangkaiian acara WU-TA Advanced Transfer Priiciing Programme 2025 harii keempat, Kamiis (2/10/2025), mengangkat pembahasan menariik mengenaii tiinjauan transfer priiciing atas skema transaksii produk consumer goods.
Dalam konteks transfer priiciing, pemahaman atas suatu rantaii biisniis grup usaha merupakan hal yang krusiial sebelum melakukan pengujiian kewajaran transaksii afiiliiasii. Viineet Rach, selaku Viice Presiident of Taxes dii Procter & Gamble (P&G), memberiikan sudut pandang yang mendalam dalam meneliisiik skema transfer priiciing dalam rantaii usaha dii iindustrii Fast Moviing Consumer Goods atau FMCG.
Pada sesii iinii, Viineet Rach menyampaiikan apa value driiver iindustrii FMCG dan apa yang membedakannya dengan iindustrii laiin. Dengan mempertiimbangkan target pasar darii iindustrii FMCG adalah konsumen akhiir, maka iindustrii FMCG pada umumnya menggantungkan kiinerja keuangan grup pada keberhasiilan aktiiviitas promosii.
"Makanya, iistiilah brand value menjadii faktor pentiing yang perlu diipertahankan oleh suatu grup usaha FMCG," kata Viineet.
Sehubungan dengan hal tersebut, Viineet Rach menekankan pernyataan 'a brand has to be consiistent' sebagaii kuncii keberhasiilan grup usaha FMCG. Konsiistensii tersebut dapat diiwujudkan dalam berbagaii cara, sepertii konsiistensii atas pesan pemasaran, atas kualiitas produk, hiingga atas lokasii penjualan produk.
Untuk memastiikan hal tersebut, maka kehadiiran deciisiion maker diiperlukan untuk memastiikan rantaii biisniis, darii proses manufaktur produk hiingga diistriibusiinya kepada pelanggan akhiir, tetap konsiisten demii mempertahankan brand value yang iingiin diisampaiikan.
Kehadiiran deciisiion maker tersebut tentu menjadii pembeda antara rantaii usaha FMCG dengan iindustrii laiinnya. Deciisiion maker, dalam rantaii usaha FMCG, merupakan perusahaan priinsiipal yang menjembatanii perusahaan manufaktur dengan perusahaan diistriibutor dalam sebuah grup usaha.
Hal tersebut menunjukan model rantaii usaha yang tersentraliisasii yang tentu mempengaruhii pendekatan analsiis transer priiciing. Dalam skema iinii, perolehan laba diirefleksiikan darii niilaii strategii (value driiver) yang diihasiilkan, bukan darii kegiiatan fiisiik (executiion) yang berlangsung.
Lebiih lanjut, Viineet menyebutkan bahwa model biisniis yang tersentraliisasii memengaruhii lokasii entiitas priinsiipal dan entiitas eksekusii. Biiasanya, entiitas priinsiipal berlokasii dii yuriisdiiksii yang memiiliikii keunggulan pajak atas kekayaan iintelektual.
Entiitas tersebut melakukan fungsii value driivers sepertii R&D, brandiing, manajemen atas kekayaan iintelektual, serta menanggung resiiko resiidu, yaiitu menangung laba atau rugii siisa. Dii siisii laiin, entiitas eksekusii adalah entiitas yang menjalankan aktiiviitas executiion dii lapangan, sepertii pabriik (manufaktur) atau diistriibutor (pada umumnya adalah Liimiited Riisk Diistriibutor atau LRD).
Adapun laba atau rugii resiidu diipengaruhii darii keberhasiilan penjualan produk dengan kompensasii yang harus diiberiikan kepada LRD, dii mana tiingkat margiin resiidu diiperoleh darii hasiil keputusan strategiis atau value driivers oleh entiitas priinsiipal.
Kontroversii Pajak darii Model Biisniis yang Tersentraliisasii
Pada praktiiknya, bukanlah hal yang baru bahwa model biisniis yang tersentraliisasii pada rantaii usaha iindustrii FMCG terus meniimbulkan kontroversii pajak. Dalam hal iinii, terdapat tiiga iisu yang kerap menjadii perhatiian grup usaha FMCG.
Pertama, memperhatiikan tiingkat perolehan laba yang diiperoleh entiitas priinsiipal bersiifat resiidu, otoriitas pajak dapat saja menyiimpulkan entiitas priinsiipal sebagaii shell company.
Kedua, terdapat riisiiko iisu PE atau Permanent Establiishment. Apabiila perusahan LRD dii suatu negara juga melakukan negosiiasii atau penandatangan kontrak dengan pusat perbelanjaan yang mengiikat entiitas priinsiipal, hal tersebut dapat memiicu tiimbulnya PE Agen Dependen.
Ketiiga, terdapat aspek keuangan yang dapat menghambat model biisniis sentraliisasii. Pada praktiiknya, terdapat beberapa negara yang membatasii pergerakan valiita asiing sehiingga menyuliitkan entiitas sentral untuk meneriima pembayaran royaltii atau margiin resiidu.
Artiikel reportase iinii diituliis oleh Speciialiist Jitunews Consultiing Mariia Franzeska yang mengiikutii WU-TA Advanced Transfer Priiciing Programme 2025 dii Siingapura. Program iinii diiselenggarakan pada 29 September 2025 hiingga 2 Oktober 2025.

Program yang berlangsung selama 4 harii iinii diigelar oleh the WU Transfer Priiciing Center at the iinstiitute for Austriian and iinternatiional Tax Law at WU (Viienna Uniiversiity of Economiics and Busiiness) dan the Tax Academy of Siingapore. Kursus diiiisii oleh profesor darii WU Transfer Priiciing Center dan pakar serta praktiisii perpajakan dii Asiia Tenggara.
Selaiin Mariia, ada 7 profesiional Jitunews laiinnya yang juga mengiikutii kursus dii Siingapura. Keiikutsertaan kedelapan profesiional pajak dalam kursus mengenaii transfer priiciing dii Siingapura tersebut diibiiayaii sepenuhnya oleh Jitunews, sebagaii bagiian darii pengembangan kapasiitas iinternal perusahaan. Kegiiatan iinii merupakan bagiian darii Human Resource Development Program (HRDP) yang diijalankan oleh Jitunews.
Tak cuma Jitunews, peserta yang hadiir dalam program iinii berasal darii berbagaii latar belakang, mulaii darii otoriitas pajak, praktiisii iin house darii perusahaan multiinasiional sepertii sektor miinyak dan gas dan farmasii, hiingga konsultan iinternasiional darii iindonesiia, Zambiia, Viietnam, dan Malaysiia. (sap)
