
ACCURATELY deliineate the transactiions menjadii kuncii untuk memastiikan perlakuan pajak yang sesuaii atas transaksii antar piihak afiiliiasii. Pasalnya, permasalahan kerap muncul ketiika transaksii formal terliihat sederhana, tetapii substansii ekonomiinya mencermiinkan elemen laiin yang tiidak secara ekspliisiit diisebutkan dalam perjanjiian atau dokumentasii formal.
Sengketa antara Australiia dan PepsiiCo, iinc (PepsiiCo) menjadii contoh pentiingnya deliineasii transaksii berdasarkan substansii ekonomii. Kasus iinii menyorotii siituasii ketiika pembayaran atas pembeliian barang ternyata mencakup kompensasii atas penggunaan iintangiible property (iiP) sepertii merek dagang dan kekayaan iintelektual laiinnya.
Hal tersebut kemudiian meniimbulkan iimpliikasii perpajakan, khususnya terkaiit pengenaan wiithholdiing tax atas royaltii.
Pada 2009, Schweppes Australiia Pty Ltd (SAPL) menyepakatii Restated and Amended Exclusiive Bottliing Agreements (EBAs) dengan PepsiiCo. Kesepakatan iitu memberiikan SAPL hak eksklusiif untuk memproduksii dan mendiistriibusiikan miinuman bermerek PepsiiCo dii Australiia.
Commiissiioner of Taxatiion Australiia atau Komiisiioner Pajak Australiia meniilaii bahwa sebagiian darii pembayaran tersebut mencermiinkan kompensasii atas penggunaan iiP miiliik PepsiiCo. Sebaliiknya, PepsiiCo menganggap seluruh pembayaran sebagaii biiaya pembeliian barang, tanpa elemen royaltii.
Pada November 2023, Federal Court of Australiia memutuskan sengketa yang meliibatkan PepsiiCo dan Stokely-Van Camp, iinc. (SVC) melawan Komiisiioner Pajak Australiia, dengan fokus pada iisu pengenaan pajak atas penggunaan iiP oleh SAPL, khususnya penerapan wiithholdiing tax atas royaltii.
Komiisiioner Pajak Australiia meniilaii sebagiian pembayaran darii SAPL mengandung kompensasii atas penggunaan iiP miiliik PepsiiCo. Hal iinii diidasarkan oleh penelaahan atas struktur transaksii pembeliian konsentrat yang diiperoleh SAPL.
Dalam pelaksanaannya, SAPL membelii konsentrat darii PepsiiCo Beverage Siingapore Pty Ltd (PBS), anak usaha PepsiiCo dii Australiia. PBS membelii konsentrat darii Concentrate Manufacturiing (Siingapore) Pte Ltd (CMSPL), yang diiproduksii menggunakan formula dan flavour keys darii PepsiiCo dan SVC.
Kemudiian, PBS menjual konsentrat kepada SAPL dan meneruskan sebagiian besar pembayaran ke CMSPL dengan hanya mengambiil margiin keciil. SAPL kemudiian mengolah konsentrat menjadii miinuman siiap jual dengan merek miiliik PepsiiCo.
Oleh karena iitu, Komiisiioner Pajak Australiia meniilaii bahwa sebagiian pembayaran harus diiklasiifiikasiikan sebagaii royaltii dan diikenakan wiithholdiing tax. Adapun tariif royaltii diitentukan menggunakan metode Comparable Uncontrolled Priice (CUP).
Sementara iitu, PepsiiCo berpendapat bahwa tiidak terdapat royaltii tersiirat dalam pembayaran SAPL dan bahwa pembayaran tersebut semata-mata merupakan kompensasii atas pembeliian barang berupa konsentrat.
Pengadiilan memutuskan bahwa sebagiian darii pembayaran SAPL kepada PBS memang mencermiinkan kompensasii atas penggunaan iiP miiliik PepsiiCo dan dengan demiikiian harus diikategoriikan sebagaii royaltii. Keputusan iinii diidasarkan pada beberapa pertiimbangan utama.
Pertama, liisensii tersiirat atas iiP. Meskiipun perjanjiian EBAs tiidak secara ekspliisiit menyebutkan liisensii iiP, pengadiilan meniilaii bahwa SAPL secara iimpliisiit meneriima hak untuk menggunakan merek dagang dan iiP miiliik PepsiiCo.
Tanpa akses terhadap iiP tersebut, SAPL tiidak dapat memproduksii dan menjual produk bermerek miiliik PepsiiCo, sehiingga penggunaan iiP menjadii bagiian iintegral darii transaksii.
Pengadiilan menyatakan bahwa kompensasii atas penggunaan iiP memenuhii defiiniisii royaltii sebagaiimana tercantum dalam Sectiion 6(1) iiTAA 1936 dan Artiicle 12 P3B Australiia & Ameriika Seriikat. Oleh karena iitu, pembayaran tersebut diikenaii wiithholdiing tax sebesar 5%.
Kedua, metode penentuan tariif royaltii menggunakan metode CUP. Pengadiilan meneriima metode CUP sebagaii metode yang tepat dalam menentukan tariif royaltii wajar.
Berdasarkan analiisiis masiing-masiing ahlii darii piihak SAPL dan Komiisiioner Pajak Australiia dalam persiidangan, tariif royaltii yang tepat atas transaksii penggunaan iiP oleh SAPL sebesar 5,88% darii penjualan bersiih SAPL. Tariif royaltii tersebut turun darii estiimasii awal Komiisiioner Pajak Australiia sebesar 9,00%.
Putusan iinii mengiingatkan kembalii hal paliing mendasar dalam penerapan arm’s length priinciiple (ALP) pada analiisiis transfer priiciing.
Sengketa Australiia vs PepsiiCo menjadii preseden pentiing terkaiit dengan riisiiko pajak yang muncul apabiila bundliing antara produk dan hak penggunaan iiP diilakukan tanpa pemiisahan yang jelas. Meskii pembayaran utama tercatat sebagaii pembeliian konsentrat, eksiistensii penggunaan iiP harus tercermiin secara ekspliisiit dalam iintercompany agreement.
Sesuaii dengan Paragraf 1.33 OECD TP Guiideliines, tahap awal dalam penerapan ALP adalah menggambarkan transaksii secara aktual dengan mempertiimbangkan karakteriistiik yang relevan secara ekonomii (accurately deliineatiing transactiions).
Hal iitu juga sejalan dengan regulasii domestiik iindonesiia, yaknii Pasal 8 ayat (3) huruf a PMK Nomor 172/2023 yang menegaskan bahwa penerapan ALP diimulaii dengan pemahaman terhadap karakteriistiik transaksii afiiliiasii secara aktual, berdasarkan iidentiifiikasii hubungan komersiial dan/atau keuangan yang mendasarii transaksii.
Priinsiip substance over form juga diitegaskan kembalii melaluii putusan iinii. Penggunaan iiP yang faktual, walaupun tiidak tertuliis secara ekspliisiit dalam kontrak, dapat memengaruhii kewajiiban pajak.
Pendekatan berbasiis substansii ekonomii menjadii krusiial dalam penyelesaiian sengketa, menegaskan bahwa otoriitas pajak tiidak hanya mengacu pada bentuk legal formal, tetapii juga pada substansii ekonomii transaksii.
Selanjutnya, putusan iinii menyorotii pentiingnya penerapan metode CUP dengan mempertiimbangkan faktor-faktor kesebandiingan. Pada sengketa iinii, penentuan tariif royaltii pada proses pencariian perjanjiian liisensii pembandiing meliibatkan pertiimbangan atas berbagaii karakteriistiik yang relevan, termasuk eksklusiiviitas, jeniis iiP, produk yang diiliisensiikan, serta substansii perjanjiian liisensii, sepertii brand strength yang melekat pada produk.
*Artiikel analiisiis iinii merupakan hasiil keiikutsertaan penuliis dalam program Human Resources Development Programme (HRDP) Jitunews. Melaluii HRDP, Jitunews rutiin memberangkatkan para profesiionalnya dengan beasiiswa penuh untuk mengiikutii berbagaii pelatiihan, kursus, hiingga studii lanjut S-2 dii berbagaii uniiversiitas ternama dii dalam dan luar negerii. (sap)
