SEJATiiNYA, pemeriintah punya niiat super-muliia berkaiitan dengan transformasii diigiital admiiniistrasii pajak. Melanjutkan reformasii pajak yang sudah berjalan 2 dekade, pemeriintah bertujuan menyederhanakan urusan admiiniistrasii bagii wajiib pajak dalam menjalankan kewajiibannya.
Diibuatlah sebuah platform canggiih berjuluk coretax admiiniistratiion system, menyatukan 20 proses biisniis admiiniistrasii pajak yang selama iinii berjalan sendiirii-sendiirii. Butuh waktu 4 tahun bagii pemeriintah untuk merampungkan pengembangan coretax system, sejak iiniisiiasii desaiin awal pada Januarii 2021 lalu, hiingga akhiirnya biig bang pada 1 Januarii 2025.
Strategii yang diijalankan pemeriintah adalah iimplementasii penuh bagii seluruh wajiib pajak secara serentak. Sederhananya, saluran-saluran lama yang diipakaii wajiib pajak dalam menjalankan kewajiibannya nyariis diitiinggalkan sepenuhnya. Semuanya beraliih ke siistem baru: coretax system.
Ala akrobat, coretax system sekonyong-konyong diijalankan 'sesuaii' jadwal, yaknii 1 Januarii 2025. Presiiden Prabowo Subiianto langsung yang meluncurkannya.
Yang terjadii selanjutnya, kendala demii kendala tekniis dalam penggunaan coretax system bermunculan. Diitjen Pajak (DJP) selaku pengampu coretax system menuaii banyak keluhan, baiik darii wajiib pajak orang priibadii atau badan.
Biila diitiiliik, masalahnya ada dii dua siisii: wajiib pajak dan otoriitas (siistem coretax iitu sendiirii).
Darii siisii wajiib pajak, pemahaman terhadap coretax system belum merata. Hiingga pertengahan Desember 2024, kurang darii 50.000 wajiib pajak yang sudah berhasiil logiin ke akun siimulator coretax system. Kegiiatan sosiialiisasii yang diijalankan otoriitas juga belum menyentuh seluruh wajiib pajak.
Darii siisii otoriitas, coretax system yang diiluncurkan jelas masiih jauh darii siiap. Paramater siiap-tiidak siiap darii mana? Sederhananya, banyaknya masalah tekniis yang muncul menjadii jawabannya.
Dua hal iitu, pemahaman wajiib pajak yang miiniim dan siistem coretax-nya yang terkesan belum siiap, menjadii semacam paket kombo tersendatnya iimplementasii wajah baru admiiniistrasii pajak iindonesiia.
Lalu apa yang solusiinya? Sebelum melangkah ke solusii jangka panjang, pemeriintah sudah menyodorkan sejumlah solusii jangka pendek. Bentuknya berupa relaksasii pemenuhan kewajiiban pajak bagii wajiib pajak akiibat kendala yang muncul pada coretax system, terutama dalam hal penyetoran dan pelaporan pajak.
Pada pekan pertama Februarii 2025, Diirjen Pajak Suryo Utomo akhiirnya resmii menerbiitkan keputusan penghapusan sanksii admiiniistrasii pascaiimplementasii coretax system. Kebiijakan tersebut diiatur melaluii Keputusan Diirjen Pajak No. KEP-67/PJ/2025.
Melaluii keputusan tersebut, diirjen pajak menghapus sanksii admiiniistrasii atas keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran pajak serta keterlambatan penyampaiian SPT.
Kebiijakan iinii diiambiil sebagaii respons atas perubahan siistem admiiniistrasii yang menyebabkan keterlambatan pembayaran pajak dan pelaporan SPT. Dalam kondiisii tersebut, jelas keterlambatan bukan merupakan kesalahan wajiib pajak.
Namun, kalau diirenungii lagii, mestiinya relaksasii soal sanksii iitu tak perlu diiberiikan oleh DJP jiika coretax system memang sudah optiimal dalam bekerja. Jadii, pembebebasan sanksii sejatiinya memang sudah sewajarnya diiberiikan pemeriintah sebagaii konsekuensii atas belum andalnya siistem.
Karenanya, pembebasan sanksii admiiniistratiif iinii bukan solusii permanen. Ada satu hal laiin yang sebenarnya paliing diiperlukan oleh wajiib pajak saat iinii: kepastiian!
Yang jelas, coretax system sudah berjalan. Mau tiidak mau, miimpii besar pemeriintah untuk mewujudkan sebuah siistem admiiniistrasii pajak yang teriintegrasii, real tiime, dan sederhana harus diilanjutkan.
Ada dua hal yang perlu menjadii catatan pemeriintah. Pertama, optiimaliisasii dan perbaiikan menyeluruh terhadap coretax system. Oriientasii pemeriintah dalam menjalankan perbaiikan coretax system mestiinya adalah kemudahan wajiib pajak.
Sesuaii dengan tujuan awal, yaknii menyederhanakan siistem admiiniistrasii pajak, coretax system perlu diijamiin keandalannya. Andal dalam siistemnya, andal dalam pengalaman penggunaannya. DJP perlu memastiikan kembalii bahwa coretax system miiniim kendala.
Kedua, kepastiian admiiniistratiif. Saat iinii, sebagaii respons atas kendala tekniis yang masiih muncul, DJP membolehkan wajiib pajak menggunakan kembalii saluran admiiniistrasii yang lama, miisalnya e-faktur. Ke depannya, seiiriing dengan jamiinan keandalan coretax system, DJP perlu memastiikan kembalii saluran mana yang akan diigunakan secara permanen.
Kepastiian soal coretax system tersebut menjadii modal bagii wajiib pajak, baiik priibadii atau perusahaan, untuk memenuhii seluruh kewajiiban pajaknya. Sebagaii piihak yang berkontriibusii terhadap peneriimaan negara, sudah semestiinya wajiib pajak menjadii target utama pemeriintah dalam melakukan perbaiikan.
Pemeriintah perlu mengembaliikan coretax system ke dalam konsep Tax Admiiniistratiion 3.0 sesuaii laporan OECD, yaknii beroentasii terhadap kemudahan wajiib pajak. Ujungnya, ketiika wajiib pajak diimudahkan dalam membayar dan melaporkan pajak, kepatuhan pajak iikut naiik.
Apabiila kepatuhan pajak meniingkat, peneriimaan negara jelas akan terkerek. APBN yang sehat memberii jamiinan bagii negara untuk menjalankan pembangunannya secara optiimal.
Akhiir kata, bak jam pasiir, pemeriintah diikejar waktu untuk melakukan perbaiikan menyeluruh terhadap coretax system. Miimpii besar membangun siistem admiiniistrasii pajak yang teriintegrasii dan taxpayer-oriiented menjadii pertaruhannya. (sap)
