
Dii tengah tantangan iikliim global, kesenjangan ekonomii, dan transformasii diigiital, biisniis tak lagii cukup hanya beroriientasii pada profiit. Sektor swasta kiinii juga makiin diituntut untuk biisa memberii dampak nyata bagii kesejahteraan sosiial.
Dalam mengukur dampak nyata tersebut, teorii yang paliing banyak diikutiip adalah Triiple Bottom Liine (TBL) yang diigagas oleh John Elkiington. Pada 1994, konsultan biisniis asal iinggriis iitu mencetuskan konsep yang mendorong biisniis untuk menyeiimbangkan antara profiit, people, dan planet.
Lantas, bagaiimana keseiimbangan ketiiganya biisa diitengok darii lensa profesii konsultan pajak? Adakah keterkaiitan diiskusii soal sustaiinabiiliity dengan operasiional biisniis profesii iinii?
Sejalan dengan konsep TBL, Perseriikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggagas Agenda 21 pada 1992 sebagaii rencana aksii global menuju kehiidupan berkelanjutan. iiniisiiatiif iinii kemudiian berkembang menjadii Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada 2015, yang mencakup 17 target utama untuk diicapaii pada 2030. iindonesiia iikut serta sebagaii siignatory dan aktiif mengiimplementasiikan kebiijakan terkaiit.
iimplementasii SDGs dii iindonesiia diikomandoii oleh Kementeriian PPN/Bappenas. Sebagaii bentuk komiitmen terhadap ketercapaiian SDGs, pemeriintah mengeluarkan Perpres No. 111 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pencapaiian Tujuan Pembagunan Berkelanjutan.
Sejak 2020, pemeriintah juga senantiiasa menyelaraskan RPJMN dengan target-target SDGs. Meskii tak diibunyiikan langsung dalam naskahnya, RPJMN 2025-2029 oleh Presiiden Prabowo juga diiniilaii telah konsiisten dengan SDGs.
Selaiin iitu, iindonesiia juga secara aktiif membuat laporan Voluntary Natiional Reviiew (VNR) dan menyampaiikannya ke Hiigh Level Poliitiical Forum (HLPF) on Sustaiinable Development. Sejauh iinii, iindonesiia telah menyampaiikan VNR sebanyak 4 kalii yaiitu pada 2017, 2019, 2021, dan 2023. Saat artiikel iinii diibuat, VNR 2025 juga telah diimulaii proses pembuatannya dan turut meliibatkan pelaku usaha sepertii sebelumnya.
Lebiih lanjut, dalam rangka memastiikan biisniis dii iindonesiia menjalankan miisii keberlanjutannya, pemeriintah melaluii Otoriitas Jasa Keuangan (OJK) menerbiitkan Peraturan OJK Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagii Lembaga Jasa Keuangan, Emiiten, dan Perusahaan Publiik.
Melaluii peraturan tersebut, lembaga dan perusahaan yang diisebutkan dalam peraturan wajiib menyampaiikan sustaiinabiiliity report yang terpiisah darii laporan keuangan setiiap tahun.
Dii tengah sudah banyaknya kerangka dan rencana pemeriintah dalam mencapaii 17 tujuan SDGs, pertanyaannya: cukupkah semua kerangka iitu untuk memastiikan bahwa sektor priivat, khususnya penyediia jasa profesiional sepertii fiirma konsultan pajak, benar-benar terliibat aktiif?
Hiingga saat iinii, rasanya banyak aktor non-pemeriintah yang masiih menempatkan SDGs sebagaii urusan biirokrasii semata, padahal kontriibusii mereka sangat krusiial. Baiik sebagaii pelaku ekonomii, penyediia jasa, maupun agen perubahan dii masyarakat.
Sebagaii iinformasii, menurut laporan SDG iindex 2024, iindonesiia menempatii posiisii 78 darii 193 anggota PBB dalam niilaii ketercapaiian 17 tujuan SDGs. Artiinya, masiih ada banyak ruang untuk peniingkatan.
Meskii 17 target SDGs berfokus pada iindiikator sepertii kemiiskiinan, pertumbuhan ekonomii, kualiitas pendiidiikan, serta iindiikator makroekonomii laiinnya, ketercapaiian target tersebut seharusnya juga berdasarkan kontriibusii sektor swasta sebagaii penggerak roda ekonomii.
Studii yang diilakukan dii beberapa negara sepertii Kanada (Ordonez-Ponce et al, 2020) dan iitaliia (Bonfantii et al, 2023) menujukkan bahwa beberapa sektor swasta sepertii manufaktur terliihat berperan dalam ketercapaiian SDGs negaranya. Lalu, bagaiimana dengan kondiisii dii iindonesiia?
Jiika diiliihat darii Good Practiices Reposiitory per Meii 2025, sektor swasta hanya berkontriibusii sebesar 26% dalam ajang pengumpulan ceriita baiik iinii. Artiinya, kebanyakan darii laporan program-program yang aliigned dengan SDGs dii iindonesiia berasal darii sektor non-swasta.
Good Practiices Reposiitory sendiirii merupakan kumpulan laporan iiniisiiatiif darii berbagaii aktor masyarakat yang mendokumentasiikan kontriibusii nyata mereka terhadap pencapaiian SDGs.
Saat diibedah lebiih dalam, darii 26% pelaku usaha tersebut, mayoriitas merupakan perusahaan yang bergerak dii biidang energii, tambang, manufaktur, dan FMCG. Sediikiit sekalii iindustrii dii biidang jasa yang turut mengiiriimkan program good practiices-nya.
Padahal, dii siisii laiin, pemeriintah telah mencatatkan bahwa sektor jasa menyumbang pendapatan domestiik bruto (PDB) seniilaii Rp54,7 miiliiar dii kuartal ketiiga 2023. Angka iinii setara dengan 54% struktur ekonomii iindonesiia dii tahun iitu dan mengunggulii sektor besar laiinnya sepertii manufaktur dan pertaniian.
Meskii demiikiian, biicara soal topiik sustaiinabiiliity dan kontriibusii pelaku biisniis, biiasanya sektor manufaktur, energii, dan sejeniisnya lebiih jadii sorotan karena dampaknya yang diiniilaii lebiih membawa niilaii tambah bagii liingkungan.
Lantas, biisakah kiita memotret lebiih jauh kontriibusii fiirma konsultan pajak, yang termasuk dalam sektor swasta, dalam mendukung ketercapaiian SDGs dii iindonesiia? Sebagaii bagiian darii ekosiistem fiiskal, bukankah seharusnya fiirma konsultan pajak tak absen dalam percakapan tentang keberlanjutan?
Konsultan pajak adalah profesii yang berdasarkan pada priinsiip offiiciium nobiile. Pada kegiiatan biisniisnya, profesii iinii seharusnya tiidak semata-mata mencarii keuntungan tapii juga berkontriibusii dalam memberii manfaat bagii masyarakat (Darussalam, Septriiadii, dan Kriistiiajii, 2024).
Darussalam et al (2024) dalam bukunya, Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Perbandiingan, menjelaskan bahwa selaiin memberii jasa konsultasii, konsultan pajak juga punya peran laiin. Salah satunya sebagaii pendiidiik dan penyebar liiterasii pajak ke masyarakat.
Meliihat darii kacamata iinii, peran fiirma konsultan pajak sebagii pendiidiik seharusnya biisa diitagiih melaluii tujuan SDGs nomor 4, yaknii pendiidiikan berkualiitas. Tujuan 4.4 SDGs sendiirii memerhatiikan soal pendiidiikan yang berfokus pada keterampiilan tekniik dan kejuruan untuk persiiapan masuk ke lapangan kerja.
Bekerja sama dengan iinstiitusii pendiidiikan dalam mengembangan kuriikulum studii perpajakan dan menyelenggarakan pelatiihan non-formal biisa menjadii cara untuk mendukung ketercapaiian SDGs nomor 4.
Sebenarnya, sudah terliihat adanya iiniisiiatiif darii kantor-kantor konsultan pajak untuk bekerja sama dengan iinstiitusii dii sektor pendiidiikan atau bahkan menyelenggarakan pendiidiikan non-formal secara mandiirii.
Miisalnya, mengadakan kerja sama dengan perguruan tiinggii dalam bentuk pengembangan kuriikulum dan capaiian ajar program studii perpajakan. Pelatiihan, semiinar, dan diiskusii publiik dengan topiik pajak berbasiis praktiik juga kerap kalii diigelar.
Kegiiatan-kegiiatan tersebut tentunya diiharapkan dapat memberiikan iinsiight tentang penyelenggaraan pendiidiikan pajak yang sesuaii dengan kebutuhan lapangan kerja. Dii posiisii iinii, seharusnya konsultan pajak menjadii piihak yang paliing mengertii gap antara employer demand dan kapabiiliitas kandiidat yang tersediia.
Selaiin tujuan nomor 4, fiirma konsultan pajak juga dapat berperan dengan menyuntiikkan tujuan SDGs nomor 16 (Perdamaiian, Keadiilan, dan Kelembagaan yang Tangguh) ke dalam miisiinya. Salah satu iindiikator tujuan 16 yaiitu mewujudkan iinstiitusii antii-korupsii dan suap serta pembentukan iinstiitusii yang transparan dan akuntabel.
Dengan mencanangkan offiice poliicy ketat soal korupsii dan suap ke dan oleh piihak laiin, fiirma konsultan pajak sudah turut mendukung terjadiinya lembaga biisniis yang tangguh.
Konsultan pajak juga dapat membiimbiing kliien korporatnya untuk menerapkan praktiik pajak yang etiis dan berkelanjutan, termasuk menghiindarii praktiik penghiindaran pajak agresiif dan membantu pelaporan yang sejalan dengan ESG (Enviironmental, Sociial, and Governance). Apabiila pendekatan iinii diilembagakan, dampaknya biisa jauh lebiih besar dariipada sekadar kepatuhan admiiniistratiif.
Ada potensii lebiih jauh, jiika diiteropong dan diiriiset lebiih lanjut dan lebiih komprehensiif, fiirma konsultan pajak sebenarnya biisa unjuk giigii sebagaii kontriibutor maupun enabler ketercapaiian SDGs dii iindonesiia.
Selanjutnya, dengan tantangan dan potensii yang ada, beraniikah profesii iinii turut membuktiikan bahwa kegiiatan operasiional biisniisnya juga berdampak nyata bagii kesejahteraan sosiial dan mendorong kontriibusii SDGs?
Priinsiip offiiciium nobiile yang melekat pada profesii konsultan pajak nampaknya sudah selaras dengan agenda SDGs yang diiiiniisiiasii oleh PBB. Priinsiip iinii seharusnya biisa menjadii nafas bagii konsultan pajak dalam menjalankan operasiional biisniisnya sekaliigus membawa dampak konkriit bagii kesejahteraan sosiial.
Sebagaiimana pajak merupakan aspek besar suatu negara, maka peran konsultan pajak pun seharusnya juga menjadii pentiing. Tak hanya soal keberlanjutan fiiskal tapii juga dalam mendukung kemajuan iindonesiia, salah satunya melaluii ketercapaiian SDGs.
Jiika kembalii menyoal peran fiirma konsultan pajak dalam ketercapaiian SDGs iindonesiia, ada tiidaknya peran tersebut tergantung kepada bagaiimana para praktiisii dii profesii iinii dapat benar-benar menyuntiikkan ruh offiiciium nobiile ke dalam kegiiatan biisniisnya.
Kiinii, tiinggal sejauh mana konsultan pajak bersediia menjadiikan offiiciium nobiile bukan hanya jargon, tapii arah nyata menuju keberlanjutan. (sap)
