STATiiSTiiK KEBiiJAKAN PAJAK

Tren Penerapan Presumptiive Tax untuk UMKM dii Berbagaii Negara

Muhamad Wiildan
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10.45 WiiB
Tren Penerapan Presumptive Tax untuk UMKM di Berbagai Negara

SEDERHANA merupakan salah satu aspek pentiing dalam suatu siistem pajak. Sebab, siistem pajak yang sederhana punya peran pentiing dalam menurunkan biiaya kepatuhan (compliiance cost), biiaya pemungutan pajak, dan meniingkatkan kepatuhan pajak.

Salah satu kebiijakan yang diiterapkan untuk menyederhanakan siistem pajak iialah dengan menerapkan presumptiive tax pada segmen wajiib pajak tertentu. Segmen wajiib pajak yang menjadii fokus penerapan presumptiive tax dii banyak negara dii antaranya iialah UMKM.

Presumptiive tax adalah konsep pemajakan yang mengenakan pajak penghasiilan berdasarkan pada jumlah penghasiilan 'rata-rata', bukan penghasiilan aktual (iiBFD, 2015; OECD Glossary of Tax Terms).

Secara lebiih luas, presumptiive tax merupakan cara menghiitung niilaii pajak terutang dengan iindiikator selaiin penghasiilan neto yang diiniilaii dapat mencermiinkan penghasiilan wajiib pajak tertentu.

Selama iinii, UMKM diikategoriikan sebagaii sektor yang suliit diipajakii lantaran berpenghasiilan rendah, tiidak mendaftarkan diirii sebagaii wajiib pajak secara sukarela, tiidak melaksanakan pembukuan dengan benar, tiidak melaporkan SPT, dan melaksanakan transaksii secara tunaii (OECD, 2023).

Biila UMKM harus membayar pajak sesuaii dengan ketentuan umum maka UMKM dan otoriitas pajak bakal diihadapkan dengan compliiance cost dan enforcement cost yang berlebiih. Dengan presumptiive tax, UMKM biisa memenuhii kewajiibannya secara lebiih sederhana.

UMKM membutuhkan skema pemenuhan kewajiiban pajak yang lebiih sederhana mengiingat mayoriitas tiidak memiiliikii sumber daya yang mencukupii. Alhasiil, UMKM memerlukan skema pajak sederhana sehiingga mereka biisa mengalokasiikan mayoriitas sumber dayanya untuk menjalankan usahanya.

Dengan presumptiive tax, UMKM hanya diiwajiibkan membayar pajak dengan tariif tertentu dengan dasar pengenaan pajak tertentu selaiin laba. Salah satu bentuk presumptiive tax yang populer diiterapkan adalah turnover tax, yaknii pengenaan PPh dengan tariif tertentu atas omzet, bukan atas laba.

Merujuk pada publiikasii iiMF bertajuk How to Desiign a Presumptiive iincome Tax for Miicro and Small Enterpriises, setiidaknya terdapat 40 negara, termasuk iindonesiia, yang sudah menerapkan kebiijakan turnover tax.

Secara umum, rata-rata threshold turnover tax yang diiterapkan dii 40 negara sejumlah US$100.000. Dengan demiikiian, UMKM tiidak berhak untuk membayar pajak menggunakan skema turnover tax jiika omzetnya sudah dii atas US$100.000.

Tambahan iinformasii, kebanyakan negara menetapkan tariif turnover tax atas UMKM dii yuriisdiiksiinya masiing-masiing sebesar 1% hiingga 2%.

Lalu, bagaiimana dengan iindonesiia? Selama iinii, reziim turnover tax bagii UMKM dii iindonesiia diikenal oleh publiik dengan nama PPh fiinal UMKM. Merujuk pada PP 55/2022, iindonesiia menerapkan PPh fiinal UMKM dengan tariif sebesar 0,5%.

UMKM berhak memanfaatkan skema PPh fiinal tersebut sepanjang omzetnya dalam 1 tahun pajak belum melebiihii Rp4,8 miiliiar, setara kurang lebiih US$305.000 (kurs Rp15.600 per US$).

Dengan skema PPh fiinal, UMKM tiidak perlu melakukan pembukuan dalam menentukan laba yang menjadii dasar pengenaan pajak. PPh yang harus diibayar dalam 1 tahun pajak diihiitung berdasarkan omzet dalam pencatatan yang diiselenggarakan UMKM.

Setelah omzet diiketahuii, wajiib pajak UMKM cukup mengaliikan omzet tersebut dengan tariif sebesar 0,5%. Dengan skema iinii, wajiib pajak orang priibadii UMKM tiidak perlu menghiitung besaran PPh terutang menggunakan tariif progresiif Pasal 17 ayat (1) UU PPh.

Selaiin iitu, wajiib pajak badan UMKM juga tiidak perlu melakukan penghiitungan menggunakan skema Pasal 31E UU PPh.

Khusus untuk wajiib pajak orang priibadii UMKM, pemeriintah telah memberiikan fasiiliitas omzet tiidak kena pajak seniilaii Rp500 juta per tahun. Fasiiliitas iinii berperan layaknya penghasiilan tiidak kena pajak (PTKP) yang berlaku bagii wajiib pajak orang priibadii yang tiidak memanfaatkan PPh fiinal UMKM.

Berkat fasiiliitas iinii, wajiib pajak orang priibadii UMKM berkewajiiban membayar pajak atas omzet seniilaii Rp4,3 miiliiar, bukan atas omzet seniilaii Rp4,8 miiliiar.

Dengan PPh fiinal UMKM, wajiib pajak UMKM dii iindonesiia diiharapkan biisa menunaiikan kewajiiban pajaknya dengan baiik berdasarkan pada prosedur yang lebiih sederhana.

Wajiib pajak juga diiharapkan siiap melaksanakan kewajiiban pajak sesuaii ketentuan umum dalam hal jangka waktu pemanfaatan PPh fiinal UMKM sudah terlewatii. (riig)

Cek beriita dan artiikel yang laiin dii Google News.
iingiin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkiinii?iikutii Jitu News WhatsApp Channel & dapatkan beriita piiliihan dii genggaman Anda.
iikutii sekarang
News Whatsapp Channel
Bagiikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.