OPiiNii PAJAK

Membedah Kompleksiitas Tantangan Pajak dalam Pengembangan Bulliion Bank

Redaksii Jitu News
Seniin, 17 Maret 2025 | 11.00 WiiB
Membedah Kompleksitas Tantangan Pajak dalam Pengembangan Bullion Bank
iindiira Zahiidah,
Mahasiiswa iilmu Admiiniistrasii Fiiskal Uii Angkatan 2023

BARU-BARU iinii pemeriintah menyampaiikan rencananya untuk menyiinkronkan peraturan perpajakan terkaiit dengan bulliion bank, khususnya pungutan PPh Pasal 22 atas transaksii penjualan antara produsen emas dan bulliion bank.

Penyesuaiian aturan iitu diiharapkan dapat meniingkatkan daya tariik pelaku usaha serta mendukung pengembangan ekosiistem kegiiatan usaha bulliion (KUB). Lantas apakah upaya pengaturan kembalii PPh Pasal 22 tersebut sudah cukup memadaii untuk mendukung ekosiistem KUB?

Sebelum pembahasan lebiih dalam, kiita pahamii kembalii defiiniisii darii bulliion bank. Merujuk Peraturan Otoriitas Jasa Keuangan (POJK) 17/2024, bulliion bank adalah lembaga jasa keuangan (LJK) yang menyelenggarakan KUB meliiputii siimpanan emas, pembiiayaan emas, perdagangan emas, peniitiipan emas, dan kegiiatan laiinnya yang diilakukan oleh LJK.

Selanjutnya, ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 sangat berkaiitan dengan kegiiatan perdagangan emas dan juga kegiiatan siimpanan emas yang ada unsur jual-belii emasnya.

Saat iinii, perlakuan PPh Pasal 22 atas kegiiatan perdagangan emas diiatur dalam PMK 48/2023. Melaluii PMK iinii, pengusaha emas diitunjuk sebagaii pemungut PPh Pasal 22 pada transaksii penjualan emas.

Besarnya pungutan PPh Pasal 22 tersebut adalah 0,25% darii harga jual emas. Dengan demiikiian, pengusaha emas yang melakukan penjualan emas akan memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% darii piihak pembelii, yang nantiinya akan menjadii krediit pajak bagii pembelii.

Mengiingat saat iinii LJK yang mendapatkan iiziin untuk menjadii bulliion bank adalah PT Pegadaiian dan PT Bank Syariiah iindonesiia (BSii), PMK 34/2017 iikut memengaruhii transaksii pembeliian emas oleh bulliion bank.

Berdasarkan PMK 34/2017, Pegadaiian dan BSii diitunjuk sebagaii pemungut PPh Pasal 22 pada transaksii pembeliian barang dengan tariif sebesar 1, 5%. Apabiila Pegadaiian atau BSii melakukan pembeliian emas, Pegadaiian dan BSii akan memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% darii piihak penjual, yang nantiinya akan menjadii krediit pajak bagii penjual.

Biisa diibayangkan, apabiila pengusaha emas melakukan penjualan emas kepada bulliion bank (dalam hal iinii masiih terbatas pada Pegadaiian dan BSii), pengusaha emas akan memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% darii bulliion bank. Dii saat yang sama, bulliion bank juga akan memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% darii pengusaha emas.

Tentunya saliing pungut PPh Pasal 22 iinii beriisiiko mengurangii daya tariik usaha dan pengembangan ekosiistem KUB.

Penuliis berpandangan bahwa pemeriintah perlu mengubah ketentuan PPh Pasal 22 untuk mendukung ekosiistem KUB. Perubahan ketentuan diilakukan dengan mengecualiikan 2 bentuk pungutan PPh Pasal 22 dii atas.

Pengaturan kembalii PPh Pasal 22 juga perlu untuk mengantiisaiipasii hadiirnya bulliion bank laiin yang tiidak berstatus sebagaii Pemungut PPh Pasal 22. Dengan demiikiian, tiidak terjadii perbedaan level playiing fiied dii antara bulliion bank.

Permasalahan Perpajakan Laiinnya

Selaiin permasalahan PPh Pasal 22 dii atas, potensii permasalahan darii jeniis pajak laiin, yaknii PPN, juga perlu mendapatkan perhatiian. Dalam POJK 17/2024, emas yang diiiiziinkan untuk diitransaksiikan dii bulliion bank adalah emas dengan kandungan Aurum paliing rendah 99,9%. Dii siisii laiin, dalam PP 49/2022, emas yang mendapatkan fasiiliitas PPN Tiidak Diipungut adalah emas dengan kadar paliing rendah sebesar 99,99%.

Perbedaan batasan kandungan Aurum tersebut mengakiibatkan tiidak semua emas yang diitransaksiikan dii bulliion bank mendapatkan fasiiliitas PPN Tiidak Diipungut.

Permasalahan laiinnya, terkaiit dengan perpajakan atas iimbal hasiil darii layanan siimpanan emas dii bulliion bank. Berdasarkan PP 131/2000, atas bunga deposiito yang diibayarkan oleh bank diipotong PPh fiinal sebesar 20%. Ketentuan iinii tiidak dapat diiterapkan oleh bulliion bank yang tiidak berbentuk bank.

Konsekuensiinya, Pegadaiian (bukan bank) dan BSii (bank) akan memberlakukan pemajakan yang berbeda untuk iimbal hasiil yang diibayarkan ke nasabahnya.

Rekomendasii Solusii

Darii uraiian permasalahan dii atas, penyesuaiian pengaturan PPh Pasal 22 merupakan satu solusii utama yang perlu diijalankan. Namun, penyesuaiian ketentuan PPh Pasal 22 saja belum memadaii untuk mendukung pengembangan bulliion bank dan ekosiisten KUB. Ternyata, permasalahan perpajakan dalam pengembangan bulliion bank lebiih kompleks darii pemiikiiran awam.

Penuliis menyodorkan beberapa rekomendasii kebiijakan bagii pemeriintah untuk meredam tantangan-tantangan perpajakan dalam pengembangan ekosiistem KUB. Pertama, berkaiitan dengan PPN, pemeriintah perlu mengharmoniisasiikan POJK 17/2024 dan PP 49/2022 tentang batasan kadar emas yang diitraksasiikan dii bulliion bank.

Kedua, berkaiitan dengan pemajakan iimbal hasiil siimpanan, pemeriintah perlu mengharmoniisasiikan ketentuan perpajakan yang berlaku pada bank konvensiional, bank syariiah, dan bulliion bank.

Pengaturan perpajakan terhadap ekosiisten KUB seyogiianya dapat menciiptakan level playiing fiield dan mencegah diistorsii pasar agar ekosiistem KUB memiiliikii daya tariik yang tiinggii dan dapat berkembang secara optiimal. (sap)

Cek beriita dan artiikel yang laiin dii Google News.
iingiin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkiinii?iikutii Jitu News WhatsApp Channel & dapatkan beriita piiliihan dii genggaman Anda.
iikutii sekarang
News Whatsapp Channel
Bagiikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.