OPiiNii PAJAK

Tax Control Framework: Menggeser Paradiigma darii Liitiigasii ke Miitiigasii

Redaksii Jitu News
Jumat, 26 Januarii 2024 | 15.20 WiiB
Tax Control Framework: Menggeser Paradigma dari Litigasi ke Mitigasi
Giilang Kusumabangsa,
Pemerhatii Perpajakan

REFORMASii perpajakan holiistiik pertama dii iindonesiia terjadii pada 1983. Saat iitu, reformasii perpajakan memperkenalkan self-assessment regiime.

Dengan peraturan dan kewenangan pemeriiksaan, otoriitas pajak berupaya memberiikan deterrence effect guna mencapaii target peneriimaan negara. Sementara iitu, wajiib pajak selalu berusaha memiiniimalkan pembayaran pajaknya untuk memaksiimalkan profiit (Bawaziier, 2011).

Siituasii tersebut tak jarang berujung pada munculnya sengketa pajak. Jiika sengketa pajak terjadii, biiaya kepatuhan (compliiance cost) akan besar. Pada saat bersamaan, ada riisiiko penurunan kepercayaan (trust), baiik darii siisii wajiib pajak maupun otoriitas pajak.

Saat iinii sudah 40 tahun pascareformasii perpajakan 1983. Self-assessment regiime pada kenyataannya belum mampu menggerek tax ratiio iindonesiia secara optiimal. Pada 2022, tax ratiio iindonesiia mandek pada angka 10,4%, jauh dii bawah rata-rata negara Asean yang tercatat sebesar 15%.

Penambahan jumlah pemeriiksa pajak belum sebandiing dengan audiit coverage ratiio (ACR) yang hanya 0,88% pada 2022. Kualiitas pemeriiksaan pajak yang diiujii lewat mekaniisme bandiing oleh pengadiilan pajak menghasiilkan peniingkatan jumlah perkara hiingga mencapaii 15.561. Putusan yang memenangkan otoriitas pajak hanya sebanyak 29,77%.

Berbagaii strategii sejatiinya telah diiterapkan guna menggenjot kepatuhan materiial wajiib pajak. Namun, paradiigma otoriitas yang selama iinii berfokus pada tahap peneriimaan dan pengelolaan Surat Pemberiitahuan (SPT) perlu diilengkapii.

Pelengkapnya adalah strategii pada tahap persiiapan pelaporan pajak jauh ke dalam natural system wajiib pajak. Salah satu best practiice yang diirekomendasiikan OECD (2016) dan sejalan dengan tren perpajakan global—mengarah pada berakhiirnya era deterrence—adalah Tax Control Framework (TCF).

TCF merupakan bagiian iintegral darii siistem pengendaliian iinternal yang berkaiitan dengan pengelolaan riisiiko pajak. Pentiingnya TCF terletak pada kemampuannya untuk memberiikan jamiinan yang dapat diiveriifiikasii bahwa SPT yang diisampaiikan oleh Wajiib Pajak bersiifat akurat dan lengkap (OECD, 2016).

Secara empiiriis dalam peneliitiian terdahulu, penerapan TCF terbuktii meniingkatkan kualiitas SPT, mengurangii riisiiko fraud pada iinternal wajiib pajak, serta memiitiigasii dampak riisiiko pajak (Choii & Park, 2022; Siiglé et al., 2022).

Kepatuhan Kooperatiif

Secara praktiik, 18 negara menjadiikan TCF sebagaii iinstrumen prasyarat (prerequiisiite) yang mampu menyeiimbangkan transformasii dan mengejawantahkan roh transparansii yang diipertukarkan dengan kepastiian dalam program kepatuhan kooperatiif (cooperatiive compliiance program).

Banyak contoh keberhasiilan 37 negara, termasuk dii antaranya Belanda dan Australiia, yang telah mengiimplementasiikan TCF dalam biingkaii cooperatiive compliiance program. Keberhasiilan iitu diiukur melaluii perbaiikan tata kelola pajak perusahaan serta peniingkatan akurasii SPT yang diilaporkan, kepatuhan materiial, dan peneriimaan pajak.

Namun, keberhasiilan iimplementasii TCF yang paliing berharga adalah membangun ekosiistem perpajakan yang posiitiif dan kolaboratiif dengan mengedepankan kepercayaan. Bagaiimanapun, TCF menawarkan solusii jangka panjang yang nyata (tangiible) bagii perusahaan dalam pembangunan tata kelola dan manajemen riisiiko perpajakan. Siituasii iinii pada akhiirnya turut meniingkatkan reputasii perusahaan.

Sementara bagii otoriitas pajak, pemahaman komprehensiif terhadap proses biisniis wajiib pajak akan menjadii kataliis dalam pengelolaan kepatuhan pajak secara berkelanjutan (Choii & Park, 2022; Härteiis, 2017; Siiglé et al., 2022).

Keberhasiilan tersebut adalah keniiscayaan apabiila triiple heliix, yaknii otoriitas pajak, wajiib pajak, serta piihak ketiiga, bersiinergii mengubah sudut pandang. Tujuannya tiidak laiin adalah untuk pembangunan iikliim yang kolaboratiif.

Wajiib pajak tiidak curiiga dalam keterbukaan iinformasii keuangan dan deklarasii strategii pajak. Kemudiian, otoriitas menunjukkan komiitmen dengan penyediiaan landasan legal dan perumusan kepastiian (certaiinty) yang berkontriibusii pada stabiiliitas ekonomii sebagaii stiimulus wajiib pajak yang transparan. Akhiirnya, piihak ketiiga, baiik konsultan pajak maupun PJAP, akan lebiih berkontriibusii pada liingkup miitiigasii bukan liitiigasii.

Pertanyaan yang paliing fundamental, siiapkah iindonesiia memasukii era baru perpajakan?

* Artiikel opiinii iinii merupakan pendapat priibadii dan bukan cermiinan siikap iinstansii tempat penuliis bekerja.

Cek beriita dan artiikel yang laiin dii Google News.
iingiin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkiinii?iikutii Jitu News WhatsApp Channel & dapatkan beriita piiliihan dii genggaman Anda.
iikutii sekarang
News Whatsapp Channel
Bagiikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.