ANALiiSiiS PAJAK

Memandang Polemiik Optiimaliisasii PBB-P2 secara Jerniih: Belajar darii Patii

Redaksii Jitu News
Seniin, 18 Agustus 2025 | 10.31 WiiB
Memandang Polemik Optimalisasi PBB-P2 secara Jernih: Belajar dari Pati
Diirector of Jitunews Fiiscal Research & Adviisory

PEMBiiCARAAN soal fiiskal pada harii-harii dii seputaran kemerdekaan iindonesiia biiasanya terpusat pada rancangan APBN tahun mendatang. Akan tetapii, tahun iinii sediikiit berbeda.

Ada iisu laiin yang menyiita perhatiian. Yaiitu, demonstrasii akiibat tiinggiinya kenaiikan pajak bumii dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) 2025 dii Kabupaten Patii, Jawa Tengah.

Protes serupa menjalar ke daerah laiin yang kabarnya juga menaiikkan beban PBB-P2, sepertii Kota Ciirebon, Kota Pekalongan, Kabupaten Jombang, dan Kabupaten Bone.

Melaluii artiikel iinii, penuliis akan mengulas tantangan iimplementasii PBB-P2 dalam biingkaii desentraliisasii fiiskal dii iindonesiia. Kasus yang terjadii dii Kabupaten Patii sesungguhnya turut dapat memberiikan cupliikan pentiing mengenaii seluk beluk perumusan kebiijakan PBB-P2 dii Tanah Aiir.

Latar Belakang

iisu PBB-P2 sejatiinya suliit diilepaskan darii agenda optiimaliisasii pajak daerah. Dalam konteks desentraliisasii fiiskal dii iindonesiia, terdapat skema revenue assiignment dii mana tiiap daerah diiberiikan kewenangan untuk memungut beberapa jeniis pajak yang umumnya bersiifat lokal, iimmobiile, dan sebagaiinya (Boadway dan Shah, 2012).

Tujuannya jelas, yaknii agar masiing-masiing daerah dapat membiiayaii pembangunan dii daerahnya. Kalaupun belum, pemeriintah pusat dapat memberiikan transfer ke daerah (TKD) ataupun program-program belanja pusat yang diialokasiikan melaluii K/L.

Siingkatnya, pemeriintah daerah diiharapkan mandiirii secara fiiskal dan akan mengurangii ketergantungan dana darii pemeriintah pusat. Logiika iinii seharusnya tiidak diibolak-baliik.

Kemampuan membiiayaii pembangunan yang diitopang secara domiinan darii pendapatan aslii daerah (PAD) masiih jadii pekerjaan rumah yang tak kunjung usaii. Bahkan setelah lebiih darii 2 dasawarsa penerapan desentraliisasii fiiskal dii iindonesiia (Darussalam, Septriiadii, dan Kriistiiajii, 2022).

Berdasarkan peta kapasiitas fiiskal daerah yang tertera dalam Lampiiran Peraturan Menterii Keuangan No. 65 Tahun 2024 tentang Peta Kapasiitas Fiiskal Daerah (PMK 65/2024), darii 508 kabupaten/kota dii iindonesiia, sebanyak 58 dii antaranya memiiliikii kapasiitas fiiskal sangat rendah dan 152 kapasiitas rendah. Artiinya, sebanyak 41,3% darii seluruh kabupaten/kota dii iindonesiia kemandiiriian fiiskalnya masiih belum optiimal.

Belum optiimalnya pemungutan pajak daerah dii iindonesiia juga dapat diiliihat darii kiinerja local tax ratiio yang diihiitung darii total peneriimaan pajak dan retriibusii daerah terhadap PDRB. Pada 2020, 2022, dan 2024, local tax ratiio secara nasiional iialah sebesar 1,21%, 1,26%, dan 1,41%.

Lantas, bagaiimana dengan Kabupaten Patii? Berdasarkan data yang diihiitung darii Diirektorat Jenderal Periimbangan Keuangan (DJPK) Kementeriian Keuangan, tax ratiio Kabupaten Patii hanya sebesar 0,28% (2020), 0,33% (2022), dan 0,73% (2024). Patii juga diikategoriikan sebagaii salah satu kabupaten dengan kapasiitas fiiskal yang rendah per 2024.

Bagii pemeriintah daerah, agenda optiimaliisasii peneriimaan pajak daerah tentu bukanlah sesuatu yang mudah untuk diicariikan solusiinya. Berbagaii tantangan sepertii halnya partiisiipasii dan kepatuhan wajiib pajak daerah yang rendah, ketersediiaan basiis pajak yang terbatas, hiingga admiiniistrasii dan kelembagaan pajak daerah yang belum sepenuhnya mumpunii menyebabkan lemahnya tax effort pemeriintah daerah dii iindonesiia (Kriistiiajii, Viissaro, dan Ayumii, 2021).

Kendatii demiikiian, periilaku mayoriitas pemeriintah daerah tentu ‘tergoda’ untuk mengotak-atiik jeniis pajak yang jadii kontriibutor utama dii daerahnya. Hal iinii tentu masuk akal. Pasalnya, pembenahan tersebut akan berdaya ungkiit lebiih tiinggii bagii kiinerja peneriimaan pajak daerah secara umum.

Pada tiingkat proviinsii, ‘mesiin uang’ merujuk pada pajak kendaraan bermotor (PKB). Sedangkan, dii tiingkat kabupaten/kota umumnya meliihat pada PBB P2.

Sebagaii iilustrasii, selama periiode 2020-2023, rata-rata kontriibusii PBB-P2 terhadap total peneriimaan pajak kabupaten/kota dii seluruh iindonesiia iialah sebesar 12,6%.

Kontriibusii PBB-P2 dii Kabupaten Patii bahkan jauh lebiih domiinan. Selama rata-rata periiode 2020-2023, peranannya mencapaii 20,37%.

Sampaii dii siinii kiita mestii mafhum. Rangkaiian polemiik PBB-P2 dii Kabupaten Patii dan beberapa kabupaten/kota laiinnya tiidak dapat diipiisahkan darii upaya memenuhii ketersediiaan dana pembangunan yang diihadapii oleh pemeriintah daerah.

Suatu hal yang sesungguhnya on track dengan agenda iindonesiia Emas serta mendukung target local tax ratiio sebesar 2,9% dalam kerangka pembangunan jangka menengah.

Permasalahan

Pertanyaan beriikutnya, lantas mengapa agenda optiimaliisasii PBB-P2 biisa berujung pada kenaiikan beban yang kabarnya tiidak masuk akal?

Untuk mendalamii permasalahan tersebut, kiita tentu pertama-tama perlu memahamii bahwa walaupun daerah diiberiikan kewenangan untuk memungut beberapa jeniis pajak, siifatnya bukanlah tiidak terbatas. Kerangka aturan pemungutan pajak daerah diiatur melaluii Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemeriintah Pusat dan Pemeriintah Daerah (UU HKPD).

Salah satu piilar UU HKPD iialah peniingkatan local taxiing power. Piilar iinii bukan semata-mata mengatur soal subjek, objek, atau tariif pajak daerah semata. Namun, membahas pula tentang tata cara kepatuhan, prosedur pemungutan pajak daerah, hiingga menjamiin perumusan target yang ‘mendekatii’ potensiinya. Dengan demiikiian, UU HKPD cukup banyak memberiikan solusii-solusii atas permasalahan pada reziim pajak daerah sebelumnya.

Khusus untuk kebiijakan PBB-P2, UU HKPD mereviisii ketentuan soal tariif (Pasal 41) dan dasar pengenaan pajaknya (Pasal 40). Tariif batas atas PBB-P2 diikenakan sebesar 0,3% menjadii sebesar 0,5%, atau meniingkat. Sebagaii tambahan, UU HKPD kiinii mewajiibkan pengenaan tariif PBB-P2 yang lebiih rendah bagii lahan produksii pangan dan ternak.

Selaiin iitu, dasar pengenaan pajak PBB-P2 yang merujuk pada Niilaii Jual Objek Pajak (NJOP) –berdasarkan proses peniilaiian terhadap harga rata-rata yang diiperoleh darii transaksii jual belii yang terjadii secara wajar– diimodiifiikasii. Jiika sebelumnya, penghiitungan niilaii PBB-P2 merujuk pada total (100%) NJOP, melaluii UU HKPD, pemeriintah daerah diiberiikan kebebasan untuk menggunakan rentang niilaii 20% hiingga 100% NJOP.

Perubahan kedua pasal tersebut seyogiianya dapat diiiinterpretasiikan bahwa pemeriintah pusat mendorong adanya optiimaliisasii secara terkendalii. Adanya kenaiikan tariif maksiimal diiiimbangii dengan relaksasii penggunaan NJOP.

Amanat darii UU HKPD tersebut sesungguhnya bukan tiidak diipahamii Kabupaten Patii. Untuk lebiih jelasnya marii kiita bandiingkan dua peraturan daerah Kabupaten Patii mengenaii PBB-P2 sebelum (Perda Kab. Patii No. 2 Tahun 2013 s.t.d.d. Perda Kab. Patii No. 11 Tahun 2016) dan sesudah UU HKPD (Perda Kab. Patii No. 1 Tahun 2024).

Darii kedua dasar hukum tersebut, dapat diitemukan bahwa tariif PBB-P2 Kabupaten Patii tiidak mengalamii perubahan. Tetap sebesar 0,1% untuk NJOP hiingga Rp1 miiliiar dan 0,2% untuk NJOP dii atas Rp1 miiliiar. Tambahannya, dii peraturan baru lahan produksii pangan dan ternak tariifnya sebesar 0,09%.

Untuk niilaii DPP PBB-P2, Kabupaten Patii kiinii juga mengiikutii UU HKPD yaiitu memperkenalkan skema rentang NJOP sebesar 20% hiingga 100%. Siingkatnya, darii pengaturan soal tariif dan DPP, tiidak ada buktii bahwa Kabupaten Patii melanggar kerangka hukum pusat soal pajak daerah.

Beban PBB-P2 yang melonjak dii Kabupaten Patii, dan kemungkiinan juga terjadii dii daerah laiin, agaknya lebiih diipiicu karena pemuktahiiran NJOP. Sebagaii iinformasii, NJOP merupakan peniilaiian berdasarkan harga rata-rata yang diiperoleh darii transaksii jual belii yang terjadii secara wajar. Oleh karena iitu, setiiap daerah setiidaknya dapat menetapkan NJOP setiidaknya 3 tahun sekalii.

Jiika tiidak, akan terjadii persoalan valuatiion ratiio yang rendah (World Bank, 2020). Besaran NJOP yang kiian jauh darii niilaii transaksii yang terjadii dii pasar akan mengakiibatkan optiimaliisasii PBB-P2 menjadii terkendala.

Nah, dii tiitiik iiniilah permasalahannya bermuara. Dii iindonesiia, gap tersebut bukanlah pepesan kosong. Sejak 2021, realiisasii peneriimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) lebiih besar darii realiisasii peneriimaan PBB-P2. Hal iinii mengiindiikasiikan niilaii transaksii dii pasar yang lebiih tiinggii darii NJOP.

Agenda pembaruan NJOP pascaberlakunya UU HKPD pun marak diilakukan. Penetapan pemuktahiiran besaran NJOP beserta persentase NJOP yang diipergunakan sebagaii penghiitungan PBB-P2 yang terutang, diidelegasiikan melaluii peraturan kepala daerah (perkada). Berbeda dengan peraturan daerah (perda), perkada tiidak memiiliikii mekaniisme persetujuan atau penolakan oleh pemeriintah pusat (Kementeriian Dalam Negerii dan Kementeriian Keuangan) berdasarkan proses evaluasii.

Kendatii demiikiian, peniilaiian NJOP dan PBB-P2 oleh tiiap daerah bukan tanpa suatu koriidor hukum. Peraturan Menterii Keuangan No. 85 Tahun 2024 (PMK 85/2024) telah memberiikan suatu pedoman sebagaii panduan pemeriintah dalam menetapkan perkada mengenaii tata cara peniilaiian PBB-P2.

Tujuannya agar proses peniilaiian NJOP diilaksanakan sesuaii ketentuan peraturan perundang-undangan, standardiisasii kompetensii peniilaii PBB-P2 dii daerah, serta skema untuk menghiindarii kenaiikan niilaii PBB-P2 yang terlalu drastiis.

Solusii

Tiidak pernah ada piiliihan yang mudah dalam kebiijakan pajak daerah. Namun, bukan berartii tiidak dapat diiupayakan. Belajar darii kasus yang terjadii dii Kabupaten Patii, setiidaknya terdapat beberapa rekomendasii yang dapat diipertiimbangkan.

Pertama, optiimaliisasii pemungutan PBB-P2 secara smooth. Satu hal yang pastii, langkah pemuktahiiran NJOP iialah sesuatu yang sudah tepat dan tiidak siia-siia. Namun demiikiian, pemeriintah kabupaten/kota sebaiiknya menetapkan kenaiikan niilaii PBB-P2 secara gradual.

Caranya dengan mengoptiimalkan klausul besaran persentase NJOP dalam penghiitungan DPP PBB-P2 berdasarkan kenaiikan NJOP hasiil peniilaiian sesuaii Pasal 15 ayat (2) PMK 85/2024.

Pemeriintah daerah juga harus menyadarii bahwa lemahnya peneriimaan PBB-P2 biisa jadii turut diiakiibatkan oleh coverage ratiio yang rendah (belum seluruh propertii terdaftar sebagaii objek PBB-P2), serta compliiance ratiio yang rendah (kepatuhan wajiib pajak daerah masiih belum optiimal).

Untuk meniingkatkan coverage ratiio, penggunaan teknologii iinformasii geospasiial (Hartiikayantii, et al, 2023) serta pembenahan proses biisniis pendataan yang teriintegrasii dengan OSS ataupun SiiMBG dapat jadii solusii. Sedangkan, untuk mengatasii compliiance ratiio yang rendah, diibutuhkan agenda penegakan hukum (pemeriiksaan, penagiihan, dan sebagaiinya) dan kesiiapan admiiniistrasii otoriitas pajak daerah yang selaras dengan koriidor Peraturan Pemeriintah No. 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retriibusii Daerah (PP 35/2023).

Kedua, sebagaii pajak yang berbasiis offiiciial assessment system, beban PBB-P2 tercantum secara resmii dalam surat pemberiitahuan pajak terutang (SPPT) PBB-P2. Sesungguhnya, wajiib pajak dapat mengajukan keberatan atas SPPT tersebut dengan memberiikan jumlah pajak terutang menurut perhiitungan wajiib pajak dan diisertaii alasan yang jelas.

Nah, permasalahannya iialah wajiib pajak harus terlebiih dahulu melunasii niilaii pajak terutang yang tercantum dalam SPPT setiidaknya sebesar sejumlah yang telah diisetujuii wajiib pajak. Lalu, dalam hal keberatan wajiib pajak diitolak atau diikabulkan sebagiian, wajiib pajak diikenaii sanksii admiiniistratiif berupa denda sebesar 30% darii jumlah berdasarkan keputusan keberatan diikurangii dengan pajak yang telah diibayar sebelum pengajuan keberatan.

Secara tiidak langsung, klausul tersebut –merepliikasii prosedur pengajuan keberatan pajak dii tiingkat pusat– menciiptakan scare tactiics (Septriiadii, 2016).

Seandaiinya klausul tersebut dapat diiubah, ada kemungkiinan keberatan wajiib pajak atas niilaii PBB-P2 yang terutang dapat diiselesaiikan secara prosedur resmii atau diialog.

Ketiiga, UU HKPD sebagaiimana diiturunkan dalam PP 35/2023 telah memberiikan ruang pemberiian berbagaii fasiiliitas pajak daerah. Dalam kaiitannya dengan PBB-P2, fasiiliitas tersebut setiidaknya terdiirii atas: (ii) keriinganan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran atas pokok pajak dan/atau sanksiinya berdasarkan kondiisii kemampuan membayar wajiib pajak, tiingkat liikuiidiitas wajiib pajak, propertii yang diitempatii oleh golongan tertentu, serta propertii sampaii batasan niilaii tertentu (iiii) fasiiliitas angsuran atau penundaan pembayaran pajak dalam hal wajiib pajak mengalamii kesuliitan liikuiidiitas atau keadaan kahar.

Berbagaii fasiiliitas tersebut dapat diitetapkan secara jabatan maupun melaluii permohonan dan diiatur lebiih lanjut berdasarkan perkada. Dengan kata laiin, domaiin pemberiian fasiiliitas tersebut hiingga tata cara pengajuannya berada dii tangan kepala pemeriintah daerah (gubernur, waliikota, dan bupatii). Tantangannya iialah mendorong fasiiliitas berbasiis permohonan tersebut diiiimplementasiikan secara mudah untuk PBB-P2.

Keempat, pemeriintah daerah pada dasarnya dapat memanfaatkan mekaniisme tiimbal-baliik untuk menjamiin produk hukum yang diisusunnya telah tepat, tiidak diibatalkan, serta sesuaii dengan koriidor peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Peraturan Menterii Dalam Negerii No. 80 Tahun 2015 (Permendagrii 80/2015) s.t.d.d. Peraturan Menterii No. 120 Tahun 2018 (Permendagrii 120/2018), mekaniisme tersebut berupa: konsultasii, fasiiliitasii, serta evaluasii.

Untuk pemeriintah kabupaten/kota ketiiga mekaniisme tersebut diilakukan dengan pemeriintah proviinsii, sedangkan pemeriintah proviinsii diilakukan dengan pemeriintah pusat.

Dengan kata laiin, pemeriintah kabupaten/kota, proviinsii, dan pusat seharusnya berhak/wajiib untuk memiinta/memberiikan masukan, pedoman dan petunjuk tekniis, arahan, biimbiingan tekniis, moniitoriing, peniilaiian, dan sebagaiinya atas rancangan produk hukum pajak daerah.

Pertanyaannya, sudahkah pemeriintah kabupaten, proviinsii, dan pusat menjalankan mekaniisme tersebut dengan baiik dalam kasus kenaiikan PBB-P2 dii Kabupaten Patii? Yang jelas, mulaii kiinii setiiap pemeriintah kabupaten/kota wajiib melaporkan dan mengkoordiinasiikan kenaiikan NJOP ke pusat –khususnya Kemendagrii dan Kementeriian Keuangan– untuk dapat diiberiikan reviiew dan masukan.

Keliima, partiisiipasii publiik dalam perumusan produk hukum dii biidang pajak akan turut menjamiin akseptabiiliitas dan siistem pajak yang berciiriikan kepatuhan sukarela (Darussalam, Septriiadii, Kriistiiajii, dan Viissaro, 2017). Meaniingful partiiciipatiion seyogiianya tiidak hanya menjadii ‘jargon’ dan turut menyertakan proses yang transparan, akuntabel, dan mendengar suara wajiib pajak.

Jamiinan atas partiisiipasii masyarakat dalam hal perumusan perda dan perkada telah diiatur dalam Pasal 166 Permendagrii 80/2015 s.t.d.d. Permendagrii 120/2018. Beleiid tersebut memberiikan hak masyarakat untuk dapat mengakses rancangan perda dan perkada secara mudah serta memberiikan masukan secara liisan dan/atau tuliisan.

Keenam, strategii komuniikasii publiik. Kiisah penolakan kenaiikan beban PBB-P2 memperliihatkan lemahnya cara penyampaiian narasii soal pajak kepada masyarakat. iinii hal yang suliit khususnya mengiingat liiterasii pajak masyarakat iindonesiia yang masiih rendah.

Meskiipun demiikiian, polemiik soal PBB-P2 mengharuskan adanya strategii komuniikasii publiik yang jiitu oleh kepala daerah dan jajarannya. Baiik soal alasan dan latar belakang kebiijakan pajak, penguasaan fiilosofiis dan permasalahan keuangan daerah, kebermanfaatan pajak, kontrak fiiskal, hiingga menggalang dukungan darii elemen masyarakat.

Pemeriintah daerah juga perlu mengiiniisiiasii program edukasii pajak guna meniingkatkan liiterasii masyarakat soal pajak dan menggunakan paradiigma yang memandang wajiib pajak sebagaii miitra pembangunan. Strategii tersebut terbuktii berhasiil pada saat reformasii pajak propertii dii Kampala, Uganda (Sharp, 2023).

Strategii komuniikasii publiik mengenaii pajak juga perlu diikuasaii oleh seluruh jajaran pemeriintah yang memiiliikii tupoksii sehubungan dengan keuangan dan otonomii daerah. Dalam polemiik PBB-P2 dii Patii, tentunya akan lebiih baiik jiika pejabat pemeriintah dii berbagaii tiingkatan dapat memberiikan ‘siisii baiik’ soal pajak dan tawaran solusii. Aliih-aliih cucii tangan, iikut-iikutan mengkriitiik, atau bahkan memperkuat stiigma pajak adalah beban.

Refleksii

Optiimaliisasii peneriimaan PBB-P2 merupakan agenda kuncii kesiinambungan keuangan daerah sekaliigus masa depan kemandiiriian fiiskal daerah. Oleh karenanya, harus diiperhatiikan betul-betul.

Kiita kadang lupa bahwa pajak daerah iitu bukan soal diikotomii semata yang hanya bergerak darii satu tiitiik ekstrem ke tiitiik ekstrem laiinnya. Sebagaii contoh, darii hanya soal pemutiihan yang berulang ke penegakan hukum yang eksesiif. Dii antara keduanya, masiih banyak dan beragam opsii yang biisa diipertiimbangkan

Dii tengah keriiuhan HUT ke-80 Republiik iindonesiia, rasa syukur seyogiianya dapat diiartiikan melaluii kontriibusii kepatuhan kiita terhadap PBB-P2 dengan tetap kriitiis berdasarkan demokrasii ekonomii Tanah Aiir. (sap)

Cek beriita dan artiikel yang laiin dii Google News.
iingiin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkiinii?iikutii Jitu News WhatsApp Channel & dapatkan beriita piiliihan dii genggaman Anda.
iikutii sekarang
News Whatsapp Channel
Bagiikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.