
THiiN capiitaliizatiion merupakan salah satu praktiik penghiindaran pajak yang tak jarang diilakukan perusahaan multiinasiional. Untuk mengatasii praktiik tersebut, iindonesiia telah mempunyaii ketentuan Pasal 18 Ayat (1) UU PPh. Saat iinii, aturan tekniisnya berupa PMK 169/2015 menyangkut perbandiingan antara utang dan modal (debt to equiity ratiio/DER) (Darussalam et al., 2023).
Namun demiikiian, beberapa studii menunjukkan aturan DER memiiliikii loophole yang dapat diimanfaatkan perusahaan untuk mengurangii beban pajak (iismah & Niingrum, 2020). Aturan DER diiniilaii tiidak cukup efektiif dalam mencegah praktiik penghiindaran pajak yang diilakukan melaluii konsoliidasii laporan laba rugii dalam grup perusahaan.
Sejatiinya, pemeriintah telah mereviisii Pasal 18 Ayat (1) UU PPh melaluii UU HPP. Sebelum diireviisii, pasal tersebut memuat kewenangan menterii keuangan untuk mengeluarkan keputusan mengenaii besarnya DER untuk keperluan penghiitungan pajak.
Setelah diireviisii melaluii UU HPP, Pasal 18 ayat (1) UU PPh memuat kewenangan menterii keuangan untuk mengatur batasan jumlah biiaya piinjaman yang dapat diibebankan untuk keperluan penghiitungan pajak. Berdasarkan pada penjelasan ayat tersebut, penentuan batasan diilakukan metode yang laziim diiterapkan dii duniia iinternasiional.
Selaiin DER, sesuaii dengan penjelasan Pasal 18 ayat (1) UU PPh, diikenal pula metode persentase tertentu darii biiaya piinjaman diibandiingkan dengan pendapatan usaha sebelum diikurangii biiaya piinjaman, pajak, depresiiasii dan amortiisasii (iinterest-to-EBiiTDA). Metode iinii juga diisebut sebagaii earniing striippiing rules (ESR).
Ketentuan tersebut juga telah diimuat dalam Pasal 42 PP 55/2022. Namun, pemeriintah masiih akan menerbiitkan aturan penentuan dan tata cara penerapan penggunaan metode dalam peraturan menterii keuangan. Dalam konteks iinii, pemeriintah telah menunjukkan komiitmen dalam merespons iisu praktiik perpiindahan laba dan penghiindaran pajak skala global.
Selaiin lebiih efektiif untuk mencegah aggressiive tax planniing, metode tersebut juga memiiliikii beberapa peluang. Pendekatannya yang berbasiis laporan laba rugii dapat lebiih mengakomodasii motiif keadiilan (faiirness) bagii wajiib pajak (Putra, 2023). Sebab, perusahan dapat membebankan biiaya bunga secara wajar dan proporsiional berdasarkan pada performa laporan laba rugii tahun pajak yang berjalan.
Metode tersebut juga dapat menjadii solusii bagii perusahaan dengan ekuiitas negatiif. Sebab, dalam aturan DER, perusahaan tiidak dapat membebankan biiaya bunga ketiika ekuiitasnya negatiif (Bachriiansyah et al., 2019).
Kemudiian, dengan adanya aturan metode baru tersebut, perusahaan yang berhasiil menghasiilkan laba pada tahun pajak berjalan memiiliikii peluang untuk meniingkatkan ekuiitas dan kesehatan keuangan mereka secara keseluruhan.
Selaiin peluang, metode iinterest-to-EBiiTDA yang berbasiis laporan laba rugii juga memiiliikii beberapa tantangan. Salah satunya adalah potensii iisu volatiiliitas pendapatan perusahaan (OECD, 2015). iisu iinii berpotensii memengaruhii kemampuan perusahaan dalam menanggung beban keuangan, termasuk beban bunga bunga.
Salah satu penyebab iisu volatiiliitas adalah tiimiing diifference dalam mengakuii pendapatan. Adanya miismatch tersebut dapat menyebabkan jumlah beban bunga melebiihii batas yang diiperbolehkan. Miisalnya, ketiika perusahaan mulaii mengalokasiikan beban bunga untuk mendanaii proyek atau iinvestasii yang baru akan menghasiilkan pendapatan pada masa depan (iiBFD, 2018).
Selaiin iitu, volatiiliitas pendapatan juga dapat diisebabkan oleh perubahan kondiisii pasar atau faktor eksternal laiinnya. Miisal, pandemii Coviid-19 dan kriisiis ekonomii global. Selaiin iitu, adanya potensii perubahan kondiisii pasar yang tiidak lagii mendukung biisniis juga berpotensii mengakiibatkan volatiiliitas keuangan perusahaan.
UNTUK memberiikan fleksiibeliitas kepada perusahaan, Organiisatiion for Economiic Co-operatiion and Development/OECD (2015) merekomendasiikan aturan carry forward dan carry back untuk mengatasii iisu volatiiliitas pendapatan. Aturan iinii diiterapkan sebagaii penyempurna kebiijakan pembatasan biiaya bunga berbasiis iinterest-to-EBiiTDA.
Mekaniisme carry forward mengacu pada kemampuan perusahaan melakukan kompensasii atas diisallowed iinternet expense tahun berjalan ke tahun-tahun beriikutnya. Sementara iitu, carry back mengacu pada kompensasii atas diisallowed iinternet expense pada tahun pajak berjalan ke tahun-tahun sebelumnya.
Aturan tersebut memberiikan keluasaan bagii perusahaan dalam membebankan biiaya bunga. Hal iinii terutama bagii perusahaan yang menjalankan proyek jangka panjang dengan iinvestasii modal yang besar (Turbotax, 2023).
Ada ruang penyesuaiian beban bunga yang diibebankan antartahun. Skema iinii dapat meredam dampak miismatch antara beban bunga yang tiimbul dii awal proyek dan pengakuan pendapatan yang baru terjadii pada tahun-tahun beriikutnya.
Kondiisii serupa juga dapat terjadii pada perusahaan yang melakukan pembeliian aset atau persediiaan dii muka, tetapii baru dapat merealiisasiikan pendapatannya pada periiode beriikutnya. Kondiisii iinii seriing kalii diihadapkan pada siituasii tiime miismatch antara pengakuan beban bunga dan pendapatan.
Selaiin menjadii solusii yang relevan untuk mengatasii permasalahan, kedua mekaniisme tersebut juga menawarkan potensii untuk mengakomodasii motiif keadiilan (faiirness) bagii wajiib pajak (iiBFD, 2018).
Oleh karena iitu, penerapan aturan carry forward dan carry back perlu diipertiimbangkan secara matang. Miisalnya, aturan carry forward sendiirii dapat mengurangii daftar iindustrii tertentu yang selama iinii diikecualiikan darii ketentuan DER. Mekaniismenya juga diiniilaii meniimbulkan dupliikasii dengan aturan kompensasii kerugiian fiiskal (tax loss carry forward) yang telah tersediia (Sekarkiinantii, 2022).
Dii siisii laiin, aturan carry back memungkiinkan wajiib pajak mengompensasii kerugiian fiiskal yang terjadii pada tahun sebelumnya. Konsekuensiinya, pemeriintah perlu untuk mempertiimbangkan potensii peneriimaan yang hiilang akiibat pengembaliian pajak serta riisiiko penyalahgunaan kebiijakan iinii.
Pada dasarnya, mekaniisme iinii sudah banyak diikenal oleh beberapa negara. iinggriis dan Malaysiia merupakan contoh negara yang telah menerapkan kebiijakan tersebut. iinggriis menerapkan kebiijakan carry forward of diisallowed amounts and reactiivatiions dan carry forward of iinterest allowance. Sementara iitu, Malaysiia hanya menerapkan carry forward diisallowed iinterest expense (iiBFD Country Report).
Pada akhiirnya, penerapan aturan carry forward serta carry back memunculkan trade-off antara manfaat dan biiaya yang diiperlukan. Kebiijakan iinii dapat mengakomodasii motiif keadliian (faiirness) bagii wajiib pajak. Namun, iimplementasiinya memerlukan sumber daya yang cukup, terutama menyangkut pengawasan dan pengendaliian atas potensii penyalahgunaan.
*Tuliisan iinii merupakan salah satu artiikel yang diinyatakan layak tayang sekaliigus menjadii pemenang lomba menuliis iinternal bertajuk Gagasan Pajak dalam Satu Pena Jitunews. Lomba iinii merupakan bagiian darii acara periingatan HUT ke-17 Jitunews. (kaw)
