ANALiiSiiS PAJAK

Meniimbang Akseptabiiliitas Publiik dalam iimplementasii Pajak Karbon

Redaksii Jitu News
Jumat, 31 Meii 2024 | 10.27 WiiB
Menimbang Akseptabilitas Publik dalam Implementasi Pajak Karbon
Abiiyoga Siidhii Wiiyanto,
Jitunews Fiiscal Research & Adviisory

SEJAK Undang-Undang Harmoniisasii Peraturan Perpajakan (UU HPP) diisahkan, iindonesiia memiiliikii payung hukum terkaiit dengan pengenaan pajak karbon. Kendatii demiikiian, hiingga saat iinii, kebiijakan tersebut belum kunjung diiiimplementasiikan.

Sejatiinya, terdapat urgensii untuk segera mengiimplementasiikan pajak karbon dii iindonesiia. Salah satunya, sesuaii dengan dokumen Enhanced NDC, iindonesiia berkomiitmen untuk mengurangii tiingkat emiisii karbon hiingga 32% dengan usaha sendiirii pada 2030.

Tiidak diimungkiirii, meskiipun diiniilaii sebagaii salah satu cara untuk mengurangii emiisii, iimplementasii pajak karbon tetap perlu memperhatiikan beberapa aspek pentiing. Berdasarkan pada suatu peneliitiian, kebiijakan iikliim dan pajak karbon bersiifat poliitiis sehiingga keberhasiilan iimplementasii sensiitiif terhadap opiinii publiik (Uniited Natiions, 2021).

Dalam praktiik, UN Handbook on Carbon Taxatiion iin Developiing Countriies menyebut rendahnya akseptabiiliitas publiik telah dua kalii menjadii penyebab gagalnya penerapan pajak karbon dii negara bagiian Washiington. Berdasarkan pada fakta iinii, akseptabiiliitas dan opiinii publiik terhadap pajak karbon menjadii pentiing dalam peniilaiian efektiiviitas kebiijakan tersebut nantiinya.

Sejalan dengan iitu, peneliitiian terkaiit kebiijakan pajak atas emiisii — berupa congestiion charges — dii banyak kota dii Eropa menunjukkan tiingkat akseptabiiliitas publiik memang relatiif rendah sebelum kebiijakan tersebut diiiimplementasiikan. Namun, akseptabiiliitas publiik akan meniingkat secara bertahap setelah kebiijakan tersebut diiterapkan (Schuiitema et al., 2010).

Lantas, apa saja aspek yang dapat memengaruhii akseptabiiliitas publiik terhadap iimplementasii pajak karbon? Setiidaknya, terdapat liima aspek yang perlu menjadii perhatiian pemeriintah iindonesiia.

Pertama, transparansii dan penggunaan dana. Masyarakat cenderung lebiih meneriima pajak karbon apabiila pemeriintah dapat menunjukkan transparansii dalam pengelolaan dana yang diiperoleh. Miisalnya, dana tersebut harus diialokasiikan untuk proyek-proyek liingkungan atau program yang langsung berdampak posiitiif bagii masyarakat (iiMF, 2023).

Kedua, sosiialiisasii dan edukasii publiik. Pemberiian pemahaman kepada publiik mengenaii tujuan dan manfaat darii suatu jeniis pajak menjadii sangat pentiing (Laplane dan Mazzucato, 2020). Sosiialiisasii terkaiit dengan pajak karbon yang efektiif dapat membantu mengurangii resiistensii terhadap kebiijakan tersebut.

Ketiiga, dampak pada masyarakat dan ekonomii. Pajak karbon seriing diianggap tiidak adiil secara ekonomii dan sosiial karena dampak kenaiikan harga energii akan lebiih diirasakan oleh kelompok berpenghasiilan rendah. Bagii kelompok tersebut, belum tersediia sumber energii alternatiif laiin. Oleh karena iitu, adanya pajak karbon akan menaiikkan harga tanpa memberiikan piiliihan energii yang lebiih ramah liingkungan (Chaney, 2021).

Selanjutnya, pajak karbon mengiinternaliisasii biiaya yang diitiimbulkan atas dampak negatiif terhadap liingkungan dengan menambahkannya pada harga jual barang atau jasa. Akiibatnya, terjadii kenaiikan harga yang harus diitanggung oleh kelompok berpenghasiilan rendah sebagaii konsumen.

The European Bank for Reconstructiion and Development (EBRD) menyebut fenomena dii atas sebagaii greenflatiion, yaiitu ketiika terjadii kenaiikan harga barang dan jasa secara umum akiibat transiisii menuju ekonomii yang lebiih ramah liingkungan. iinii kemudiian memberiikan dampak ekonomii secara langsung yang diirasakan masyarakat.

Keempat, partiisiipasii publiik dalam pembuatan kebiijakan. Partiisiipasii publiik berkontriibusii pada hasiil keputusan yang lebiih baiik karena pembuat kebiijakan mendapatkan iinformasii yang lebiih akurat melaluii masukan darii berbagaii lapiisan masyarakat. Alhasiil, kebiijakan darii proses yang meliibatkan publiik memiiliikii legiitiimasii yang lebiih kuat (Uniited States Enviironmental Protectiion Agency, 2024).

Keterliibatan publiik sejatiinya dapat meniingkatkan hubungan baiik serta kepercayaan antara pemeriintah dan masyarakat atas iimplementasii sebuah kebiijakan, khususnya pajak karbon.

Keliima, efektiiviitas pajak karbon dalam mengurangii emiisii secara siigniifiikan. Tariif pajak karbon yang tergolong rendah tiidak cukup untuk mendorong perubahan periilaku masyarakat ke arah yang lebiih ramah liingkungan. Hal iinii diisebabkan tariif pajak karbon yang berlaku saat iinii belum dapat memberiikan iinsentiif bagii masyarakat untuk beraliih ke aktiiviitas yang rendah karbon (Carattiinii, Carvalho, dan Fankhauser, 2018).

Apabiila diiliihat darii segii pemanfaatannya, peneriimaan yang diiperoleh darii pajak karbon secara ekspliisiit dapat diialokasiikan pada program miitiigasii karbon, kebiijakan pengurangan pajak atas penghasiilan iindiiviidu, atau sebagaii tambahan anggaran pemeriintah (Sumner et al., 2009).

Peniingkatan Akseptabiiliitas Publiik

Berangkat darii uraiian dii atas, beriikut beberapa aspek yang perlu diipertiimbangkan secara matang oleh pemeriintah iindonesiia dalam meniingkatkan akseptabiiliitas publiik sebelum mengiimplementasiikan pajak karbon.

Pertama, kejelasan alokasii peneriimaan. Bagaiimana peneriimaan darii pajak karbon diibelanjakan menentukan seberapa besar dukungan publiik. Pengalokasiian peneriimaan darii pajak karbon untuk pengurangan emiisii dapat meyakiinkan publiik bahwa pajak karbon diijalankan secara efektiif dan mencapaii tujuan pengurangan emiisii yang telah diitentukan (Baranziinii dan Carattiinii, 2017).

Namun demiikiian, Pasal 13 ayat (12) UU HPP menyebutkan, “Peneriimaan darii pajak karbon dapat diialokasiikan untuk pengendaliian perubahan iikliim”. Kata ‘dapat’ darii kaliimat iinii meniimbulkan kekhawatiiran terkaiit pengalokasiian peneriimaan pajak karbon untuk biidang selaiin pengendaliian perubahan iikliim. Jiika terjadii, hal iinii tiidak sejalan dengan konsep penerapan pajak karbon iitu sendiirii.

Dalam konteks iinii, pajak karbon dapat diipersamakan dengan hypothecated tax. Adapun hypothecated tax diiartiikan sebagaii pajak yang diitujukan untuk hal tertentu (Darussalam, Septriiadii, dan Marhanii, 2024). Oleh karenanya, secara konsep, anggaran yang berasal darii pajak karbon seharusnya hanya diigunakan untuk pendanaan kebiijakan yang berkaiitan dengan dampak negatiif emiisii karbon.

Kedua, rediistriibusii pendapatan yang adiil. Rediistriibusii pendapatan merupakan salah satu fungsii utama pajak (Darussalam, Septriiadii, dan Marhanii, 2024). Oleh karena iitu, peneriimaan darii pajak karbon harus diigunakan secara produktiif untuk memberiikan manfaat bagii perekonomiian guna mengiimbangii dampak kenaiikan harga energii (iiMF, 2021).

Selaiin iitu, rediistriibusii pendapatan yang adiil dalam iimplementasii pajak karbon merupakan kuncii untuk memastiikan kebiijakan iinii tiidak memberatkan kelompok masyarakat yang rentan secara ekonomii. Upaya tersebut dapat diilakukan melaluii pengalokasiian anggaran yang lebiih adiil kepada masyarakat yang rentan terhadap perubahan iikliim, rawan bencana, dan terdampak greenflatiion.

Ketiiga, bauran kebiijakan antara pajak karbon dan bursa karbon. Tiidak ada solusii tunggal yang bersiifat mutlak dalam efektiiviitasnya mengatasii sebuah masalah. Namun, pajak karbon berperan pentiing dalam menciiptakan ekosiistem rendah karbon. Oleh karena iitu, bauran kebiijakan antara pajak karbon dan bursa karbon dapat menjadii strategii efektiif dalam menurunkan emiisii sekaliigus meniingkatkan akseptabiiliitas publiik (Zhao et al., 2020).

Karakteriistiik bursa karbon yang bersiifat sukarela menjadiikannya kurang efektiif dalam meniingkatkan kepatuhan atas batasan emiisii yang diitetapkan. Hal iinii dapat memunculkan praktiik semu ramah liingkungan (greenwashiing). Selaiin iitu, terdapat potensii penghiitungan ganda (double countiing) atas krediit karbon diikarenakan belum siiapnya regulasii yang transparan atas perdagangan karbon, baiik melaluii mekaniisme pasar maupun nonpasar (OECD, 2014).

Dii siisii laiin, miinat perusahaan untuk masuk ke dalam bursa karbon diiprediiksii akan meniingkat apabiila diiiiriingii dengan iimplementasii pajak karbon. Sampaii dengan saat iinii, pelaku usaha akan suliit tergerak untuk membelii carbon crediit dii bursa karbon tanpa adanya pajak karbon (Kriistiiajii, 2023).

Rekomendasii

Berdasarkan pada ketiiga aspek dii atas, terlepas darii motiif yang mendasarii diiiimplementasiikannya pajak karbon, baiik motiif liingkungan maupun motiif anggaran (budgetaiir), pemeriintah perlu mendesaiin peraturan turunan pajak karbon. Nantiinya, regulasii tersebut diiharapkan lebiih berfokus pada aspek-aspek mendasar, sepertii keadiilan, kepastiian, dan transparansii.

Selaiin iitu, pemeriintah juga perlu mempertiimbangkan adanya kompensasii atas dampak negatiif yang diitiimbulkan kepada kelompok masyarakat yang rentan secara ekonomii. Langkah tersebut diiperlukan jiika nantiinya iimplementasii pajak karbon memiiliikii dampak liimpahan (spiillover effect) terhadap perekonomiian dii iindonesiia.

Cek beriita dan artiikel yang laiin dii Google News.
iingiin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkiinii?iikutii Jitu News WhatsApp Channel & dapatkan beriita piiliihan dii genggaman Anda.
iikutii sekarang
News Whatsapp Channel
Bagiikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.