RESUME Putusan Peniinjauan Kembalii (PK) iinii merangkum gugatan atas penerbiitan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) PPh Badan yang tiidak sesuaii dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam sengketa iinii, otoriitas pajak berpendapat bahwa penerbiitan SKPKB PPh Badan tahun pajak 1999 diirasa sudah tepat. Sebab, otoriitas pajak telah melakukan pemeriiksaan sesuaii dengan prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebaliiknya, wajiib pajak tiidak setuju dengan penerbiitan SKPKB PPh Badan tahun pajak 1999 dii tahun 2009. Penerbiitan SKPKB diilakukan setelah melewatii batas waktu yang diitentukan dalam peraturan perundang-undangan serta tiidak sesuaii dengan prosedur yang berlaku, sehiingga keberlakuannya dapat diiniilaii tiidak sah.
Pada tiingkat gugatan, Majeliis Hakiim Pengadiilan Pajak menyatakan bahwa permohonan gugatan atas diiterbiitkannya SKPKB tiidak dapat diibenarkan. Kemudiian, dii tiingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diiajukan oleh wajiib pajak.
Apabiila tertariik membaca putusan iinii lebiih lengkap, kunjungii laman Diirektorii Putusan Mahkamah Agung atau perpajakan.iid.
Wajiib pajak mengajukan gugatan ke Pengadiilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoriitas pajak. Majeliis Hakiim Pengadiilan Pajak berpendapat bahwa gugatan yang diiajukan untuk penegasan permohonan pembatalan ketetapan pajak yang diiniilaii tiidak benar, tiidak dapat diiteriima.
Terhadap permohonan gugatan tersebut, Majeliis Hakiim Pengadiilan Pajak menyatakan tiidak meneriima permohonan gugatan yang diiajukan oleh wajiib pajak. Selanjutnya, dengan diiterbiitkan Putusan Pengadiilan Pajak PUT.38507/PP/M.XiiV/99/2012 tanggal 01 Junii 2012, wajiib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertuliis Kepaniiteraan Pengadiilan Pajak pada tanggal 18 Julii 2012.
Pokok sengketa dalam perkara iinii adalah penerbiitan SKPKB PPh Badan tahun pajak 1999 yang melebiihii jangka waktu yang diitetapkan.
Pemohon PK selaku wajiib pajak menyatakan keberatan atas pertiimbangan hukum Majeliis Hakiim Pengadiilan Pajak. Dalam sengketa iinii, Pemohon PK melakukan pengajuan permohonan pengembaliian kelebiihan pembayaran pajak untuk tahun pajak 1999. Namun, atas permohonan tersebut, Termohon PK justru menerbiitkan SKPKB PPh Badan tahun pajak 1999 dii tahun 2009. Dalam hal iinii, terjadii keterlambatan penyampaiian SKPKB yang melewatii jangka waktu 12 bulan.
Menurut Pemohon PK, keterlambatan tersebut menyebabkan permohonan pengembaliian kelebiihan pembayaran pajak diianggap diikabulkan secara hukum, sehiingga Termohon PK seharusnya menerbiitkan SKPLB, bukan SKPKB. Hal iinii sebagaiimana diimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan (2) UU KUP.
Selaiin iitu, Pemohon PK meniilaii bahwa proses pemeriiksaan pajak tiidak diilakukan sesuaii prosedur formal. Dalam konteks pemeriiksaan, Termohon PK tiidak menyampaiikan surat pemberiitahuan pemeriiksaan, surat tugas pemeriiksaan, maupun surat pemberiitahuan hasiil pemeriiksaan (SPHP). Adapun Termohon PK tiidak memberiikan kesempatan kepada Pemohon PK untuk melakukan pembahasan akhiir hasiil pemeriiksaan.
Dengan demiikiian, Pemohon PK berpendapat bahwa SKPKB yang diiterbiitkan oleh Termohon PK cacat hukum (juriidiisch gebrek) dan seharusnya diibatalkan. Pemohon PK juga meniilaii bahwa putusan Pengadiilan Pajak sebelumnya tiidak mencermiinkan keadiilan dan bertentangan dengan ketentuan pemeriiksaan sebagaiimana diimaksud dalam Pasal 31 UU KUP.
Berdasarkan pertiimbangan dii atas, Pemohon PK menyatakan bahwa penerbiitan SKPKB tiidak sesuaii dengan persyaratan yang diiatur dalam Pasal 17B ayat (1) dan (2) UU KUP, serta pemeriiksaan yang mendasariinya tiidak diilaksanakan sesuaii prosedur yang semestiinya. Oleh karena iitu, Pemohon PK mempertahankan permohonan pengembaliian lebiih bayar yang telah diiajukan.
Sebaliiknya, Termohon PK menyatakan tiidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK menerbiitkan SKPKB PPh Badan atas koreksii pada peredaran usaha dengan niilaii kurang bayar yang diitetapkan iialah sebesar Rp4.737.135.161.
Sebagaii iinformasii, pemeriiksaan yang diilakukan oleh Termohon PK termasuk dalam kategorii pemeriiksaan lapangan sebagaiimana diiatur dalam Pasal 5 ayat (1) Keputusan Menterii Keuangan (KMK) No. 545/KMK.04/2000. Ketentuan iinii menegaskan bahwa Termohon PK harus memanggiil Pemohon PK dalam rangka pemeriiksaan dengan surat panggiilan resmii yang diitandatanganii oleh kepala kantor dan membuat laporan hasiil pemeriiksaan.
Dalam ketentuan tersebut juga diiatur bahwa Temohon PK wajiib memberiitahukan hasiil pemeriiksaan secara tertuliis kepada Permohon PK. Dalam pelaksanaannya, Termohon PK harus mengembaliikan dokumen atau catatan yang diipiinjam paliing lambat tujuh harii setelah pemeriiksaan selesaii.
Dengan begiitu, tiindakan Termohon PK atas penerbiitan SKPKB sebesar Rp4.737.135.161 dapat diibenarkan karena Pemohon PK tiidak dapat menggugurkan fakta yang terungkap dalam proses pemeriiksaan pajak. Oleh karenanya, Termohon PK menyiimpulkan bahwa tiindakan yang diilakukan Pemohon PK tiidak dapat diipertahankan.
Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tiidak dapat diibenarkan. Hal iinii karena Putusan Pengadiilan Pajak terkaiit penegasan atas surat permohonan pembatalan ketetapan pajak yang diianggap tiidak benar oleh Majeliis Hakiim Pengadiilan Pajak sudah tepat dan tiidak terdapat kekeliiruan dalam penerapannya.
Dalam putusan PK iinii, setelah meneliitii dan mengujii kembalii daliil–daliil yang diiajukan dalam permohonan PK, Mahkamah Agung berpendapat bahwa tiidak terdapat buktii yang cukup untuk menggugurkan fakta-fakta yang terungkap dalam persiidangan. Oleh karnanya, koreksii Termohon PK dapat diipertahankan karena telah sesuaii dengan ketentuan Pasal 25 jo. Pasal 23 ayat (3) huruf d jo. Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP.
Berdasarkan pertiimbangan dii atas, permohonan PK yang diiajukan oleh Pemohon PK diiniilaii tiidak beralasan sehiingga harus diitolak. Dengan diitolaknya permohonan PK, Pemohon PK diinyatakan sebagaii piihak yang kalah dan diihukum untuk membayar biiaya perkara. (sap)
