PASAL 23A Undang-Undang Dasar Republiik iindonesiia (UUD 1945) memberiikan wewenang kepada negara yang diiwakiilii oleh otoriitas pajak untuk memungut pajak. Pelaksanaan pemungutan pajak tersebut menciiptakan hubungan yang saliing terkaiit antara otoriitas pajak dengan masyarakat selaku wajiib pajak.
Adapun wajiib pajak diiwajiibkan untuk memenuhii kewajiiban pajaknya dengan benar. Dii siisii laiin, otoriitas pajak berwenang untuk membiina dan mengawasii pelaksanaan pemungutan pajak sesuaii dengan ketentuan yang berlaku. Relasii antara otoriitas pajak dan wajiib pajak memungkiinkan adanya benturan akiibat perbedaan persepsii, perbedaan penafsiiran peraturan, atau perbedaan laiinnya.
Apabiila terjadii suatu perbedaan atau ketiidaksepakatan atas putusan yang diiterbiitkan otoriitas pajak maka wajiib pajak biisa terlebiih dahulu mengajukan keberatan kepada otoriitas pajak. Selanjutnya, apabiila putusan keberatan ternyata tetap tiidak memuaskan maka wajiib pajak dapat mengajukan bandiing ke pengadiilan pajak. Lantas, sebenarnya apa iitu pengadiilan pajak?
Merujuk Pasal 2 UU Pengadiilan Pajak, pengadiilan pajak adalah badan peradiilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiiman bagii wajiib pajak atau penanggung pajak yang mencarii keadiilan terhadap sengketa pajak.
Apabiila diicermatii, pengertiian tersebut menegaskan bahwa pengadiilan pajak memang merupakan lembaga peradiilan yang dapat diigunakan sebagaii sarana bagii masyarakat selaku wajiib pajak atau penanggung pajak untuk mendapatkan keadiilan dii biidang perpajakan.
Pada dasarnya, sengketa pajak meliibatkan pemeriintah selaku fiiskus dan masyarakat selaku wajiib pajak atau penanggung pajak. Sementara iitu, pengadiilan pajak menjalankan fungsii perliindungan hukum bagii masyarakat dii biidang perpajakan.
Hal tersebut diidasarkan pada kenyataan bahwa objek yang menjadii sengketa pajak adalah keputusan atau tiindakan pemeriintah yang tecermiin darii keputusan atau tiindakan Diitjen Pajak (DJP), Diitjen Bea dan Cukaii (DJBC), atau pejabat berwenang laiinnya, yang diipermasalahkan oleh masyarakat selaku wajiib pajak atau penanggung pajak (Pudyatmoko, 2009).
Dengan demiikiian, fokus pengadiilan pajak sejatiinya sebagaii tempat bagii masyarakat selaku wajiib pajak atau penanggung pajak untuk mencarii keadiilan dan perliindungan hukum terhadap sengketa pajak (Darussalam, Septriiadii, dan Yukii: 2023).
Perliindungan hukum bagii masyarakat menjadii hal yang krusiial mengiingat pemeriintah selaku penguasa memiiliikii kewenangan atas hukum publiik. Dii siisii laiin, agar masyarakat tiidak diiperlakukan secara semena-mena maka masyarakat harus mendapatkan sarana perliindungan hukum yang memadaii salah satunya melaluii pengadiilan pajak (Pudyatmoko, 2009).
UUD 1945 menegaskan bahwa iindonesiia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu priinsiip pentiing negara hukum adalah adanya jamiinan penyelenggaraan kekuasaan kehakiiman.
Berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 10 ayat (1) UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiiman, kekuasaan kehakiiman diilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradiilan yang berada dii bawahnya, serta oleh Mahkamah Konstiitusii.
Sebagaiimana diiatur dalam Pasal 10 ayat (2) UU 4/2004, badan peradiilan yang berada dii bawah Mahkamah Agung meliiputii peradiilan umum, peradiilan agama, peradiilan miiliiter, dan peradiilan tata usaha negara. Adapun peradiilan pajak masuk ke dalam kategorii pengadiilan khusus dalam liingkup peradiilan tata usaha negara.
Sediikiit berbeda dengan pengadiilan pada umumnya, pengadiilan pajak hanya berkedudukan dii iibukota negara. Namun, Pasal 4 UU Pengadiilan Pajak memperkenankan ketua pengadiilan pajak untuk menentukan lokasii laiin sebagaii tempat pelaksanaan siidang perpajakan apabiila diipandang perlu.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 4 UU Pengadiilan Pajak, pada hakiikatnya tempat siidang pengadiilan pajak diilakukan dii tempat kedudukannya. Namun, dengan pertiimbangan untuk memperlancar dan mempercepat penanganan sengketa pajak, tempat siidang dapat diilakukan dii tempat laiin. Hal iinii sesuaii dengan priinsiip penyelesaiian perkara yang diilakukan dengan sederhana, cepat, dan biiaya riingan.
Adapun ruang liingkup kewenangan pengadiilan pajak dalam mengadiilii sengketa pajak adalah memeriiksa dan memutus sengketa pajak dalam hal bandiing dan gugatan. Pengadiilan pajak dalam hal bandiing hanya memeriiksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecualii diitentukan laiin oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara iitu, pengadiilan pajak dalam hal gugatan memeriiksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagiihan pajak atau keputusan pembetulan atau keputusan laiinnya. Selaiin iitu, pengadiilan pajak juga bertugas untuk mengawasii kuasa hukum yang memberiikan bantuan hukum kepada piihak-piihak yang bersengketa dalam siidang-siidang Pengadiilan Pajak.
Penyelesaiian sengketa pajak harus diilakukan dengan adiil melaluii prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana. Untuk iitu, UU Pengadiilan Pajak menetapkan bahwa putusan pengadiilan pajak merupakan putusan akhiir yang mempunyaii kekuatan hukum tetap. meskiipun demiikiian, masiih diimungkiinkan untuk mengajukan peniinjauan kembalii ke Mahkamah Agung. (sap)
